REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE -- Polisi Haiti menembakan gas air mata ke arah ratusan pengunjuk rasa yang turun ke jalan-jalan Ibukota Port-au-Prince. Demonstrasi ini protes terhadap pemerintah Perdana Menteri Ariel Henry dan langkahnya mengatasi kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar.
Rekaman video menunjukkan seorang pria dibawa dengan tandu karena kakinya cedera. Polisi juga menembakan gas air mata dan tembakan peringatan ke udara untuk membubarkan massa.
Geng memblokade pelabuhan utama Haiti setelah Henry mengumumkan kenaikan harga bahan bakar bulan lalu. Kelangkaan bahan bakar mengakibatkan beberapa rumah sakit yang menggunakan generator diesel harus ditutup, transportasi dan kehidupan sehari-hari terhenti.
Unjuk rasa digelar di hari ketika seharusnya sekolah dibuka kembali liburan musim panas diperpanjang satu bulan karena krisis ekonomi.
"Bila perdana menteri mengatasi ketidakamanan dan kelaparan, bila ia dapat mengatasi masalah geng di negara ini dan mengatasi krisis, maka tidak akan ada masalah untuk memulai kelas," kata seorang pengunjuk rasa yang mengidentifikasi dirinya sebagai Wilgens, Selasa (4/10/2022).
"Bila ia tidak memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, ia harus turun dan memberikannya pada orang yang tepat," tambahnya.
Seorang pengunjuk rasa lainnya Marckenson meminta Henry untuk segera turun. "Ariel tidak memiliki martabat untuk membuka kembali sekolah, kami akan membuka sekolah dan Ariel harus turun," katanya.
Dalam pernyataan pada PBB satu pekan setelah mengumumkan kenaikan bahan bakar, Henry mengakui masyarakat berhak menggelar protes atas kenaikan bahan bakar. Tapi ia mengecam penjarahan, vandalisme dan kekerasan.
"Segera atau nanti mereka akan mendapatkan jawaban atas kejahatan mereka dalam hukum dan sejarah," katanya.
Unjuk rasa juga digelar satu hari setelah Kementerian Kesehatan Haiti mengatakan tujuh orang meninggal dunia akibat kolera. Hal ini menandakan banyaknya masalah pada akses air minum bersih di negara paling miskin di kawasan Amerika.
Pada wabah kolera tahun 2010 lalu penyakit itu menewaskan sekitar 10 ribu orang.