REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perhubungan DKI Jakarta membidik integrasi armada angkutan kota (angkot) masuk dalam sistem transportasi massal. Hal itu untuk mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum guna mengendalikan polusi udara.
"Untuk angkot secara bertahap akan diintegrasikan secara keseluruhan, target pada 2030 sebanyak 10.047 unit," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Dengan upaya integrasi layanan angkot itu, maka memberikan ragam pilihan kepada masyarakat termasuk memudahkan jangkauan layanan. Sehingga, kata dia, diharapkan masyarakat mau beralih menggunakan transportasi umum massal setelah selama ini menggunakan kendaraan pribadi.
Tak hanya itu, pihaknya melalui TransJakarta juga memperluas layanan dengan mengaktifkan kembali operasional hingga daerah penyangga di antaranya Depok, Bekasi dan Ciputat. Layanan angkutan TransJakarta yang beroperasi malam hari (Amari) juga kembali diaktifkan untuk memperluas jangkauan masyarakat.
"Angkutan malam hari sudah dioperasionalkan, demikian juga dengan beberapa kota yang, Depok misalnya sudah dioperasionalkan secara bertahap," katanya.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI saat ini, layanan mikro trans yang beroperasi mencapai 69 trayek dengan jumlah armada mencapai 1.724 unit dan jumlah penumpang mencapai 234 ribu per hari. Sedangkan, TransJakarta baik untuk BRT dan non-BRT (tanpa halte) dilayani 179 trayek dengan armada 1.869 unit dengan jumlah penumpang mencapai satu juta penumpang.
Untuk mendukung akses ke halte atau stasiun, jalur pedesterian direvitalisasi yang ditargetkan mencapai 337 kilometer untuk mendukung akses pejalan kaki ke layanan angkutan umum dan jalur sepeda sepanjang 103 kilometer.
Dinas Perhubungan DKI mencatat sepeda motor menyumbang 44,5 persen dan mobil pribadi menyumbang 14,2 persen polusi udara dari sektor transportasi di DKI berdasarkan data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal pada 2019. Sepeda motor menjadi penyumbang terbesar karbon monoksida dan hidrokarbon yang menyebabkan pernafasan akut, kanker dan isu kesehatan lainnya.
Sementara itu, berdasarkan data inventarisasi emisi dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada 2020, emisi dari sektor transportasi menyumbang sekitar 22 persen atau 11.864 giga grams CO2e (Gg CO2 equivalent). Adapun total emisi gas rumah kaca (GRK) yang diinventarisasi DLH DKI pada 2020 mencapai 54.057 Gg Co2e.