Rabu 05 Oct 2022 07:01 WIB

Sejak Maret, 110 Orang Meninggal Akibat Kolera di Malawi

Kasus kolera dikhawatirkan memburuk saat awal musim hujan pada November-Desember.

Rep: Mabruroh/ Red: Reiny Dwinanda
 Warga yang mengambil air dari sumber yang tidak aman dan berisiko terkena beberapa penyakit seperti tifus, kolera, dan bilharzia di Hopley, Harare, Zimbabwe, 24 November 2020.  Wabah Kolera telah merenggut nyawa 110 warga Malawi sejak Maret 2022.
Foto: EPA-EFE/AARON UFUMELI
Warga yang mengambil air dari sumber yang tidak aman dan berisiko terkena beberapa penyakit seperti tifus, kolera, dan bilharzia di Hopley, Harare, Zimbabwe, 24 November 2020. Wabah Kolera telah merenggut nyawa 110 warga Malawi sejak Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, BYLANTYRE -- Kolera yang menyebar ke 22 dari 28 distrik di Malawi telah menulari 3.891 orang lainnya sejak kasus pertama dilaporkan pada Maret 2022. Pada Selasa (4/10/2022), Menteri Kesehatan Khumbize Chiponda mengungkapkan 110 orang meninggal akibat kolera.

Pada Maret, kasus pertama kolera dilaporkan muncul di distrik Machinga, Malawi bagian selatan. Sejak itu, penyakit tersebut menyebar cepat ke wilayah-wilayah lain di Malawi dan meningkatkan kekhawatiran bisa memburuk saat awal musim hujan pada November dan Desember.

Baca Juga

Chiponda mengatakan melalui pernyataan bahwa sebagian besar orang yang meninggal karena wabah itu adalah mereka yang terinfeksi, namun tidak segera mendapat perawatan di fasilitas kesehatan. Kolera yang membuat lemah penderitanya menyebar terutama melalui makanan dan air yang tercemar.

"Faktor-faktor utama terkait wabah kolera di kalangan masyarakat adalah makanan yang kurang bersih, kurangnya ketersediaan air bersih, serta masalah ketersediaan jamban dan penggunaannya (buang air besar sembarangan)," kata Chiponda.

Setelah bertahun-tahun mengalami penurunan jumlah, dunia telah melihat peningkatan yang mengkhawatirkan dalam wabah kolera selama setahun terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan perlunya kewaspadaan penyakit ini pada konferensi pers PBB di Jenewa, Jumat (30/9/2022).

"Kita tidak hanya memiliki lebih banyak wabah, tetapi wabah itu sendiri lebih besar dan lebih mematikan," kata Philippe Barboza, yang mengepalai bagian Penyakit Kolera dan Epidemi Diare WHO.

Barboza mengatakan dalam sembilan bulan pertama tahun 2022 saja, 26 negara telah melaporkan wabah kolera. Ada kekhawatiran yang meningkat di Afrika Selatan, India, Afghanistan, Bangladesh, Pakistan, dan Nepal, serta negara-negara tetangga.

Situasinya dapat menyebar ke negara-negara lain yang terkena dampak seperti Lebanon. Antara 2017 hingga 2021, kurang dari 20 negara melaporkan wabah kolera setiap tahun.

"Rata-rata case fatality rate yang dilaporkan pada tahun 2021 hampir tiga kali lipat dibandingkan lima tahun sebelumnya, dan di Afrika tingkat kematian kasus setinggi tiga persen," kata dokter WHO tersebut.

Perubahan iklim meningkatkan ancaman bagi penyakit purba, badan kesehatan PBB memperingatkan. Barboza menjelaskan bahwa kolera adalah penyakit kuno, tetapi WHO membicarakannya hari ini karena menyangkut perubahan yang perlu mendapat perhatian dunia.

Meskipun kolera dapat membunuh dalam beberapa jam, pengobatannya sebetulnya sederhana. Penderita membutuhkan rehidrasi, termasuk rehidrasi oral sederhana dan antibiotik untuk kasus yang lebih parah.

"Tetapi, tantangannya adalah banyak orang tidak memiliki akses tepat waktu ke sana," kata Barboza.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement