Rabu 05 Oct 2022 13:41 WIB

Visi Ekonomi Digital Presiden Jokowi Dinilai Relevan dan Kontekstual

Pelaku usaha rintisan harus bergerak mengikuti dinamika global dan nasional.

Warga mengamati aplikasi-aplikasi start up yang bisa diunduh melalui telepon pintar. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Warga mengamati aplikasi-aplikasi start up yang bisa diunduh melalui telepon pintar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Visi ekonomi digital Presiden Jokowi dinilai sangat relevan dan kontekstual. Pemanfaatan potensi ekonomi digital sejalan dengan visi pengembangan usaha rintisan (startup) serta berdampak nyata di tengah banyaknya usaha rintisan yang berguguran.

Praktisi ekonomi digital perintis Venturra Capital, John Riady, mengatakan berbagai inisiatif keuangan digital didorong oleh penguatan karakter untuk berubah, berani, dan mengkreasikan hal-hal baru. "Ini memotivasi kita menjadi pemain digital di negara sendiri dan pemain utama di pasar global untuk pemulihan ekonomi nasional," kata dia melalui keterangan tertulis, Rabu (5/10/2022).

Presiden Jokowi menyebutkan potensi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 146 miliar dolar AS. Kontribusi ekonomi digital Indonesia diproyeksikan naik delapan kali pada tahun 2030, yaitu sebesar Rp 4.531 triliun. Selain itu, seluruh sektor digital juga mengalami pertumbuhan dua digit pada tahun 2021

Menurut John pernyataan Presiden merupakan visi yang bakal menyelamatkan investasi digital hingga upaya pengembangan usaha rintisan agar berdampak secara riil. Sebab kini ada fenomena besar terkait bergugurannya usaha teknologi digital. "Sebaliknya, digitalisasi ekonomi ke depan masih merupakan keniscayaan," katanya.

Sebelumnya Presiden Jokowi juga mengatakan mayoritas kegagalan usaha rintisan akibat tidak mampu menjawab kebutuhan pasar dan seolah kehabisan nafas karena kalah berkompetisi. Hal paling relevan saat ini adalah para pelaku usaha rintisan harus bergerak mengikuti dinamika global dan nasional yang kini dilanda krisis pangan, energi, kesehatan, dan finansial.

Namun, saat ini porsi ekonomi digital terkait hal fundamental seperti pangan masih memiliki porsi minim dibandingkan tekfin. John mengungkapkan, sektor fundamental yang juga disorot Presiden adalah keterlibatan usaha rintisan untuk mengungkit kualitas layanan kesehatan masyarakat.

"Bapak Presiden semakin memperjelas dan mempertegas strategi pengembangan ekonomi digital yang bakal ditempuh," ungkap pria yang juga praktisi industri kesehatan melalui PT Siloam International Hospital Tbk (SILO) ini.

Venturra Capital yang berada di bawah bendera Lippo Group, ujar John, memiliki banyak kesamaan dengan strategi yang diharapkan Presiden. Investasi yang digelontorkan selama ini selalu mengacu kepada prinsip solutif dan inspiratif.

“Artinya, usaha rintisan yang dibekali permodalan oleh Venturra Capital itu harus benar-benar membawa solusi bagi kebutuhan masyarakat. Tidak hanya itu, kami juga menilai sang pendiri usaha rintisan secara objektif, mereka yang memiliki inspirasi mengatasi problem masyarakat, itulah yang sejalan dengan kami,” kata John menegaskan.

Sejak berdiri tujuh tahun lalu Venturra Capital telah berinvestasi di beberapa perusahaan teknologi seperti Ruangguru, OVO, Zilingo, Luno, Shopback, Kaodim, Sociolla, Bride Story, Fabelio, TADA, hingga unicorn Grab. John mengatakan, dalam praktiknya, Venturra Capital tidak hanya fokus melakukan pendanaan terhadap startup dalam negeri saja, tapi juga mancanegara. 

Salah satu perusahaan rintisan teknologi yang ikut disokong Lippo adalah Prenetics yang berbasis di Hong Kong. Perusahaan yang berdiri sejak 2007 tersebut bergerak di bidang laboratorium kesehatan dan beroperasi di 10 negara.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement