REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Petani Indonesia menyampaikan kenaikan harga beras saat ini tidak terlepas dari adanya kenaikan harga gabah kering panen (GKP) dari petani. Kenaikan harga gabah tidak bisa dihindari lantaran naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini.
Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia, Nuruddin, menuturkan, kenaikan BBM menyebabkan naiknya seluruh komponen pembentuk biaya produksi. Dimulai dari ongkos tenaga kerja, hingga harga pupuk dan obat-obatan yang sebelumnya juga telah mengalami kenaikan.
Selain itu, ia menuturkan, produksi gabah di musim gadu saat ini jauh lebih baik dengan tingkat rendemen hingga 60 persen. Perbaikan kualitas itu turut menaikkan harga jual gabah dari petani.
"Harga gabah memang sudah naik. Kualitas yang paling bagus itu sudah sampai Rp 5.800 per kg - Rp 5.900 per kg. Di luar Jawa mungkin ada yang sudah sekitar Rp 6.000 per kg," kata Nuruddin kepada Republika.co.id, Rabu (5/10/2022).
Nuruddin menturkan, biaya ongkos buruh tani saat ini sudah mengalami kenaikan dari sekitar Rp 80 ribu per hari menjadi Rp 100 ribu per hari. Sementara itu, harga pupuk seperti NPK sudah naik menjadi kisaran Rp 140 ribu per karung dari sebelumnya Rp 120 ribu per karung.
Kenaikan-kenaikan biaya produksi itu dipastikan berdampak pada inflasi. Pada September 2022, BPS pun telah mencatat kenaikan inflais menjadi 1,17 persen secara bulanan, tertinggi sejak Desember 2014.
Peningkatan harga gabah mau tidak mau akan berdampak pada harga beras yang diterima konsumen. Ia menuturkan, jika rata-rata harga beras sebelumnya dihargai Rp 10 ribu per kg, dengan kenaikan inflasi harga beras saat ini sekitar Rp 11 ribu per kg hingga Rp 12 ribu per kg.
Pihaknya pun meminta harga pembelian pemerintah (HPP) gabah yang saat ini diatur sebesar Rp 4.200 per kg dinaikkan menjadi Rp 5.000 per kg. Pasalnya, rerata biaya produksi gabah saat ini sudah tembus Rp 4.500 per kg.
Meskipun HPP gabah merupakan instrumen bagi Bulog dalam menyerap produksi gabah, namun itu tetap akan menjadi acuan bagi pasar secara umum.
Badan Pangan Nasional (NFA) tengah menerapkan kebijakan fleksibilitas harga gabah menjadi Rp 4.450 per kg hingga 30 November 2022. Itu agar Bulog dapat membeli gabah petani lebih tinggi dan lebih mudah memperoleh gabah untuk dijadikan cadangan beras pemerintah.
Namun, Nuruddin menilai, fleksibilitas harga itu masih terlalu rendah karena belum sesuai dengan situasi harga gabah secara riil.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi, meinilai, HPP gabah saat ini kurang bersaing bai Bulog dalam menyerap gabah petani. Itu menjadi menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya serapan beras Bulog.
“Bulog sebaiknya tidak bergantung pada HPP dalam menyerap beras. Upaya peningkatan daya saing petani, seperti adopsi teknologi dan modernisasi pertanian lewat investasi perlu ditingkatkan untuk memastikan gabah yang dihasilkan berkualitas baik,” jelasnya.
Azizah menyebut, pemerintah perlu mengevaluasi besaran HPP dengan melihat realitanya, apakah besaran masih sesuai dengan keadaan. Selama ini HPP selalu lebih rendah daripada harga yang ditentukan oleh tengkulak. Salah satu yang juga perlu diperhatikan adalah kurang efisiennya proses produksi sehingga harga beras domestik mahal.
“Ada faktor-faktor yang mengakibatkan adanya perubahan harga seperti inflasi, biaya transportasi, dan perubahan margin keuntungan petani yang meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi dunia juga menyebabkan kenaikan harga gas yang berdampak pada harga pupuk, belum lagi harga bahan bakar yang juga meningkat,” tambahnya.