REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan Jepang akan mengambil "tindakan tak biasa" untuk menahan lonjakan tarif listrik bagi rumah tangga dan bisnis. Saat pelemahan yen terus mendorong inflasi dan ketakutan pada resesi global menimbulkan resiko pada ekonomi.
"Kenaikan harga energi dan pangan karena invasi Rusia ke Ukraina, digabung dengan pelemahan yen, dan ketakutan pada perlambatan ekonomi global merupakan faktor resiko besar pada ekonomi Jepang," kata Kishida, Rabu (5/10/2022).
Data pemerintah menunjukkan tingkat kecepatan kenaikan harga konsumen di Ibukota Tokyo pada bulan September tertinggi sejak 2014. Ini menegaskan naiknya beban rumah tangga dari turunnya nilai yen ke titik terendahnya dalam 24 tahun terakhir.
Kishida mengatakan pemerintah akan mengumpulkan rencana stimulus lainnya pada akhir bulan Oktober. Termasuk langkah yang jarang diambil untuk meringankan lonjakan tarif listrik yang naik tiba-tiba.
Angka dukungan terhadap pemerintah Kishida merosot tajam. Pemerintahnya pun mempertimbangkan paket pengeluaran baru setidaknya senilai 100 miliar dolar untuk mengatasi inflasi.
Kishida mengatakan saat yen melemah penting bagi Jepang menghubungkan revitalisasi ekonomi melalui pemulihan pariwisata, membawa kembali perusahaan-perusahaannya kembali ke dalam negeri dan memperluas ekspor pertanian.
Anggota parlemen oposisi bertanya apakah kebijakan ultra-longgar bank sentra Bank of Japan (BOJ) di saat bank-bank sentra dunia melakukan penguatan, mendorong nilai yen melemah. Kishida mengatakan kebijakan moneter spesifik seperti keluar dari pelonggaran tergantung pada keputusan BOJ.