REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) menyampaikan, kenaikan harga gabah dan beras tahun ini jauh lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya. Adapun kenaikan harga ini diproyeksikan akan berlanjut hingga Januari 2023 mendatang.
Kepala Pusat Perbenihan Nasional, SPI, Kusnan, menjelaskan, kenaikan harga yang cukup cepat tahun ini kemungkinan karena cadangan beras yang mulai menipis.
"Situasi harga beras ini diperkirakan akan bertahan sampai bulan Januari 2023, dan sepertinya akan tetap tinggi ketika musim panen raya di awal November mendatang," kata Kusnan kepada Republika.co.id, Rabu (5/10/2022).
Kusnan mengatakan, kenaikan harga ini antara lain karena stok gabah dan beras di petani yang terbatas imbas minimnya produksi padi. Faktor lainnya, yakni musim tanam antar wilayah yang tidak bersamaan.
SPI mencatat rata-rata harga gabah di petani saat ini berkisar antara Rp 4.500 per kg hingga Rp 5.800 per kg tergantung kualitas dan daerah.
Sementara, Panel Harga Badan Pangan Nasional mencatat rata-rata harga beras medium hingga Rabu (5/10/2022) sudah berkisar Rp 11.040 per kg jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 9.450 - Rp 10.250 per kg.
Selain soal faktor produksi, Kusnan tak menampik kenaikan harga juga dipengaruhi oleh penambahan biaya produksi yang dikeluarkan imbas kenaikan harga BBM
Situasi itu tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan. BPS mencatat, NTP tanaman pangan September 2022 sebesar 99,35 poin, meningkat 1,49 persen dari bulan sebelumnya. Namun, itu masih di bawah dari standar impas 100 poin.
Adapun indeks lb atau indeks biaya yang dikeluarkan petani sebesar 0,95 persen. Terdiri dari biaya konsumsi rumah tangga 0,95 persen dan biaya modal 0,96 persen.
Kenaikan harga BBM itu jelas berdampak pada komponen-komponen yang menggunakan tenaga mesin maupun transportasi. Seperti biaya traktor, pengairan, sampai biaya pemanenan. Begitu juga ke kenaikan biaya-biaya input produksi yang umumnya digunakan petnai seperti fungisida, insektisida, dan pupuk.