REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Warga Palestina yang tinggal di Desa Khan Al-Ahmar, wilayah pendudukan Tepi Barat terancam digusur oleh Israel. Pengadilan Tinggi Israel menetapkan tanggal penggusuran pada 1 Februari 2023 atau tiga bulan setelah pemilihan Knesset.
Penduduk Desa Khan Al-Ahmar adalah penduduk asli wilayah Negev di Palestina. Tetapi pembersihan etnis Israel terhadap Muslim dan Kristen Palestina tahun 1947/1948 memaksa banyak orang untuk meninggalkan tanah air leluhur mereka. Ribuan orang menetap di beberapa desa seperti Khan Al-Ahmar, dan siklus pembersihan etnis serta pengusiran terus dilakukan oleh Israel.
Sejak 2009, Israel mendapat izin untuk menghancurkan rumah-rumah penduduk di Khan Al-Ahmar untuk membuka jalan bagi pemukiman khusus Yahudi. Ancaman penggusuran telah membayangi mereka sejak itu.
Keputusan Pengadilan Tinggi Israel untuk menggusur warga Palestina dari Desa Khan Al-Ahmar telah mengalami penundaan beberapa kali. Israel berpendapat bahwa, keputusan itu tidak boleh dibuat oleh pemerintah transisi.
Kelompok pemukim sayap kanan, Regavim mengecam keputusan untuk menunda penggusuran. "Pemerintah transisi diizinkan untuk menandatangani perjanjian gas alam bersejarah. Tapi itu tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana, mengapa pemukiman ilegal yang telah diputuskan untuk harus dihancurkan, masih berdiri," ujar pengacara yang mewakili Regavim, Yael Cinnamon, dilansir Middle East Monitor, Rabu (5/10/2022).
Peran Israel dalam mediasi antara Rusia dan Ukraina disebut sebagai alasan penundaan penggusuran pada Maret lalu. Israel telah berada di bawah tekanan untuk tidak menghancurkan bangunan milik warga Palestina. Mantan kepala jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Fatou Bensouda memperingatkan, relokasi paksa Khan Al-Ahmar bisa menjadi kejahatan perang.
Sebelumnya otoritas Israel pada Senin (3/10) pagi menghancurkan semua tenda dan bangunan penduduk Badui Palestina di Desa Al-Araqeeb di gurun Negev. Pusat Informasi Palestina melaporkan, penggusuran ini telah dilakukan untuk ke-207 kalinya.