REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ambon mengatakan, 85 persen kekerasan seksual terjadi karena terpicu media sosial. Karena itu, perlu ada peningkatan pengawasan dari masing-masing orang tua.
"Karena hampir 85 persen penyebab atau pemicu dari kejadian kekerasan seksual, itu berawal dari medsos. Kita P2TP2A tidak mungkin memantau mereka, yang bisa mengawasi mereka hanyalah orang tua mereka masing-masing," kata Pendamping P2TP2A Kota Ambon, Nini Kusniati di Ambon, Rabu (5/10/2022).
Menurutnya, orang tua baiknya lebih dapat mengontrol anak dalam menggunakan media sosial. Tidak hanya perempuan, tapi juga laki-laki yang rentan terhadap salah pergaulan.
"Jadi sekarang ini kita tidak cuma takut terhadap anak perempuan, tapi kita juga takut anak-anak laki-laki juga. Karena kenyataan sekarang anak laki-laki pun kebanyakan bergaul sembarangan, akhirnya ikut-ikutan hal-hal yang tidak patut dibuat," ujarnya.
Menanggapi kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh enam orang secara bergilir di Waiheru, Baguala, Ambon pada Sabtu (29/9/2022) lalu, Kusniati mengaku menyesal atas peristiwa tersebut. "Sebenarnya tidak tahu mau bilang apa lagi, kadang-kadang mau menangis, namun tidak bisa menangis. Korban anak, pelaku anak. Itulah realita yang terjadi. Sudah terlalu sering ada kejadian seperti ini. Karena itu, kalau kita, orang tua tidak sering kontrol anak-anak punya ponsel, maka bisa jadi itu akibatnya. Karena anak ini kan keingintahuannya itu sangat tinggi," katanya.
Menurut Kusniati, sejauh ini, P2TP2A juga sudah cukup berupaya mengantisipasi hal-hal seperti itu terjadi. Seperti sosialisasi terhadap anak-anak di sekolah dan lainnya.
"Tapi kita juga berharap, orang tua dapat bekerja sama, bagaimana lebih ekstra memperhatikan anak masing-masing. Kalau jam sekian belum pulang, segera dihubungi, ditelepon, dan lain sebagainya," pinta Kusniati.
Kapolresta Pulau Ambon, Kombes Raja Arthur Simamora menyatakan, enam orang pelaku rudapaksa terhadap seorang siswi SMA di Ambon itu telah ditetapkan sebagai tersangka.
Keenam pelaku ialah AKK (17 tahun), RZH (14), SAK (15), NHT 16, ARM (16), dan AW (18). Mereka semua ditangkap tak lama setelah peristiwa itu terjadi.
Insiden itu terjadi di sebuah rumah kosong di kawasan Waiheru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon pada Sabtu (29/9/2022), lalu. Kasus rudapaksa itu bermula saat pelaku A bertemu dengan korban di sebuah gapura di kawasan Waiheru.
Korban langsung dibawa ke rumah kosong yang sudah ada para pelaku lain. Para pelaku saat ini telah menjalani pemeriksaan dan sementara ditahan di sel tahanan Polresta Pulau Ambon.
Mereka dijerat dengan Undang-Undang Pasal 82 ayat 1 dan atau Pasal 81 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak.