REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan (Kemenko PMK) resmi meluncurkan kertas kebijakan yang mendorong penerapan Revisi Peraturan Pemerintah (RPP) 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau. RPP ini dinilai bisa berdampak mematikan industri vape.
“Industri hasil tembakau saat ini masih dalam proses pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19,” kata Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso beberapa waktu lalu.
Susiwijono menjelaskan, pembatasan ruang gerak IHT berpotensi memunculkan masalah baru akan peredaran produk hasil tembakau ilegal. Hal ini tentunya akan semakin mencekik IHT legal dan menghambat pertumbuhan industri dalam negeri.
Selain itu, poin revisi yang mencakup pembatasan periklanan mestinya dibahas bersama karena di dalamnya menyangkut keberlangsungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Menanggapi hal tersebut, Asosiasi vapers se-Indonesia berharap pemerintah bisa membuat aturan yang berkeadilan untuk mendukung kelangsungan industri rokok elektronik. Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto mengatakan, pembatasan tersebut berpotensi mematikan jalannya usaha rokok elektronik dengan hilangnya lapangan kerja di berbagai sektor pemasaran.
“Hal itu akan sangat menghambat UMKM untuk berkembang. Media sosial adalah solusi alternatif para UMKM untuk dapat melakukan promosi dengan anggaran yang terjangkau,” kata Aryo belum lama ini.
Aryo menambahkan, industri vape bertumbuh pesat pada tahun ini, mayoritas ditopang oleh peningkatan penjualan device dan likuid. Ia memprediksi tahun ini rokok elektronik akan menyetorkan cukai ke negara sebesar Rp 1 triliun rupiah. Pertumbuhan industri vape ini diyakini akan memberikan peluang dan lapangan pekerjaan baru.
Para pelaku bisnis rokok elektronik berharap regulasi yang ada justru bisa memudahkan pelaku usaha. Hal ini akan membuat pelaku UMKM dan industri semakin berkembang sehingga meningkatkan pertumbuhan bisnis dalam negeri.
“Kami berharap aturan yang diberlakukan selalu mementingkan kepentingan UMKM, terutama toko-toko retail kecil, karena merekalah ujung tombak industri vape,” kata pengusaha rokok elektronik Rhomedal, yang juga menjadi anggota APVI belum lama ini.
Rhomedal menambahkan, proses penyusunan kebijakan perlu melibatkan pemain-pemain industri agar kebijakan yang dihasilkan dapat memberikan payung regulasi yang tepat dan berdampak baik bagi kelangsungan perekonomian. Asosiasi dan pelaku usaha mengaku siap kapanpun diminta berdiskusi dengan kementerian terkait untuk memberikan masukan terkait hal ini. Ia juga meminta agar kebijakan soal rokok elektronik tidak berat di salah satu pihak saja.
“Yang harus dipertimbangkan dalam setiap aturan tentu saja keamanan konsumen dan kelangsungan para pelaku usahanya. Inilah alasan mengapa akan sangat baik apabila setiap aturan yang ingin diberlakukan terlebih dahulu didiskusikan dengan perwakilan konsumen dan pelaku usaha industri vape itu sendiri,” kata Rhomedal.