Kamis 06 Oct 2022 15:47 WIB

Sukses Bongkar Korupsi BUMN, Penyebab Kejakgung Dinilai Lebih Dipercaya

Publik merasakan upaya bersih-bersih BUMN lebih dirasakan dibanding KPK.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Joko Sadewo
Survei Indikator Politik Indonesia dalam kepercayaan publik atas penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.
Foto: istimewa/tangkapan layar
Survei Indikator Politik Indonesia dalam kepercayaan publik atas penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Indikator terkait ketidakpercayaan publik terhadap lembaga negara penegak hukum dalam pemberantasan korupsi menepatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) teratas, disusul Pengadilan, baru KPK dan Kepolisian. Tingginya kepercayaan publik dalam penegakan hukum Pemberantasan Korupsi terhadap Kejakgung ini tidak lepas dari upaya kerja sama Kejagung dan Kementerian BUMN, melakukan bersih-bersih BUMN.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan hasil survei memang menjadi fakta realistis untuk melihat keadaan sebenarnya. Dan survei Indikator soal kepercayaan publik terhadap penegak hukum dalam upaya Pemberantasan korupsi menilai Kejagung dalam setahun terakhir memang jauh lebih gesit dalam pemberantasa korupsi dibanding KPK.

"Kenyataannya Kejakgung (bekerjasama dengan Menteri BUMN), upaya bersih-bersih BUMN-nya dinilai publik jauh lebih dirasakan dalam pemberantasan korupsi, dibandingkan KPK sekarang," kata Boyamin kepada wartawan, Rabu (5/10/2022).

Hal itu ia sampaikan sebagai kritik internal bagi KPK, karena sejatinya, ia mengakui selama ini selalu berada di posisi KPK dalam pembelaan pemberantasan korupsi. Namun KPK saat ini, dibawah kepemimpinan Firli, menurut dia, baik dalam pemberantasan korupsi maupun pengelolaan organisasi KPK, memiliki banyak catatan di mata masyarakat.

Kejagung misalnya, dalam beberapa kasus penanganan Jiwasraya, Asabri Garuda Indonesia hingga Krakatau Steel terlihat sangat gencar bukan hanya mengungkap kasus korupsinya yang merugikan keuangan negara, namun juga mengembalikan kerugian keuangan dari korupsi tersebut ke negara.

"Bahkan bukan hanya soal BUMN dan mengembalikan kerugian negara, Kejagung mampu menjangkau relung-relung korupsi yang jauh menjangkau kebijakan yang salah, seperti soal minyak goreng di Kemendag dan kasus Surya Darmadi," terang Boyamin.

Jadi bukan sekedar operasi tangkap tangan (OTT) terkait suap menyuap. Tapi, menurut Boyamin, Kejagung berani bongkar korupsi soal kebijakan yang merugikan rakyat dan negara seperti soal minyak goreng dan alih fungsi kawasan hutan untuk sawit serta pencucian uang oleh pengusaha Surya Darmadi.

"Nah KPK sampai saat ini hanya berkutat di persoalan OTT suap menyuap, dan korupsi spesifikasi tidak sesuai pengadaan. Jadi masih hanya di seputar itu," tegas Boyamin.

Padahal yang paling penting dalam mengusut kasus korupsi itu adanya kerugian negara dan bisa dilakukan pengembalian kerugian kepada negara. Sedangkan KPK selama ini, diakui dia, belum pernah menyentuh kasus di luar di luar dua hal tadi, sebatas OTT suap menyuap dan pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai spesifikasi.

Sedangkan Kejagung sekarang mengejar kasus korupsi itu berdasarkan adanya kerugian perekonomian negara. Dan itu menjadi kerja hari-hari para penyidik Kejagung baik di pusat maupun di daerah saat ini. Inilah menurut dia yang harus diperbaiki KPK terutama di Awah kepemimpinan Firli Bahuri saat ini. Karena sejak awal Firli mengatakan penanganan perkara setelah upaya paksa penahanan.

Ternyata sekarang terlihat dampak negatifnya, di mulai dari kasus Gubernur Papua Lukas Enembe. Orang yang ditetapkan tersangka sembunyi-sembunyi, dikira lebih baik, faktanya seperti kasus Lukas Enembe ia justru melawan. Jadi tidak ada hubungannya menetapkan diam-diam menetapkan status tersangka tersebut.

"Jadi sistem yang diterapkan Firli di KPK ini justru kena batunya sendiri bagi kepemimpinan Firli dalam melakukan pemberantasan korupsi," tegas Boyamin.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement