REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) mendukung rencana pengamanan hakim dalam sidang kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) yang menjerat Ferdy Sambo dkk. Salah satunya menyiapkan safe house atau rumah aman bagi hakim.
Rencana ini awalnya dilontarkan oleh Komisi Yudisial (KY) demi menjaga keamanan hakim dari segala ancaman. KY masih mempertimbangkan bentuk pengamanan hakim misalnya dengan safe house atau temporary relocation mechanism.
"Lebih bagus kalau memang ada dan KY yang turun tangan sebagai salah satu bentuk menjaga kehormatan dan kemandirian hakim," kata Peneliti LeIP, Muhammad Tanziel Aziezi kepada Republika, Kamis (6/10).
Aziezi memandang langkah KY sudah tepat bila mempertimbangkan keselamatan hakim dalam sidang kasus Brigadir J. Pasalnya kasus ini melibatkan para pejabat tinggi Polri yang berdinas di tempat berbeda.
Namun, Aziezi berpesan, agar KY punya rumusan komprehensif soal perlindungan hakim ini. Dia meminta, KY mengkaji aparat keamanan dari institusi mana yang harus menjamin keselamatan hakim.
"Langkah KY sudah tepat sepanjang sudah dipikirkan semua hal yang mengikuti kebijakan itu. Misalnya, pihak pengamanan yang akan dilibatkan apakah dari kepolisian juga mengingat seharusnya hakim dijauhkan dari institusi kepolisian dalam perkara ini," ujar Aziezi.
Selama ini, Aziezi memantau, KY belum memiliki pengamanan internal. Sehingga KY bisa saja bekerja sama dengan instansi lain dalam hal pengamanan hakim.
"Kalau KY punya pengamanan internal silakan, tapi saya pribadi belum pernah dengar KY punya pengalaman internal," sebut Aziezi.
Di sisi lain, Aziezi menyinggung, wacana safe house bagi hakim di kasus Brigadir J ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi bisa menguntungkan dalam pengamanan hakim. Di sisi satunya lagi bisa mengganggu jalannya sidang lain yang mesti dipimpin hakim tersebut.
"Safe house juga punya isu tersendiri, misalnya anggaran, pihak mana yang akan dilibatkan untuk keamanan, belum lagi hakim ini tetap harus menyidangkan perkara lain. Sehingga kalau di safe house bisa menghambat kerja hakimnya di perkara lain," ucap Aziezi.
Diketahui, proses tahap dua kasus pembunuhan Brigadir J rencananya dilakukan Senin (3/10). Namun, pelimpahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti perkara ke kejaksaan itu dimundurkan pada Rabu (5/10/2022).
Pelimpahan tahap dua tersebut untuk dua kasus, yakni kasus pokok pembunuhan berencana dan pidana turunannya berupa obstruction of justice. Dalam perkara pembunuhan berencana, ada lima tersangka yang akan dilimpahkan, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuwat Maruf (KM), Richard Eliezer (Bharada RE), dan Ricky Rizal (Bripka RR). Kelima tersangka itu dijerat dengan sangkaan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Sementara dalam perkara turunannya, terkait tindak pidana obstruction of justice atau penghalang-halangan penyidikan kematian Brigadir J, ada tujuh orang tersangka, termasuk Ferdy Sambo. Enam tersangka lainnya adalah para anggota Polri berpangkat perwira tinggi dan perwira menengah, yaitu Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto.