REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tragedi Kanjuruhan di Malang telah menyebabkan setidaknya 131 orang meninggal dunia. Menurut laporan media AS Washington Post, tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh polisi sebagai pemicu tragedi tersebut.
Setidaknya, tulis Washington Post, polisi melepaskan 40 tembakan gas air mata dalam waktu 10 menit. Lepasan tembakan gas itu jelas-jelas melanggar protokol keamanan nasional maupun internasional untuk pertandingan sepakbola.
Lepasan tembakan hanya membuat para suporter berebut mencari pintu keluar. "Banyak fan yang terinjak-injak sampai mati atau terhimpit tembok dan gerbang besi yang sejumlah diantaranya terkunci," tulis laporan investigasi itu.
Laporan Washington Post digali berdasarkan 100 rekaman video dan fotografi, 11 keterangan saksi serta analis yang paham terkait pengendalian massa.
Sebelumnya sebanyak 35 saksi telah dimintai keterangan terkait tragedi Kanjuruhan oleh kepolisian. Dari jumlah tersebut, 31 di antaranya merupakan anggota sedangkan lainnya pihak eksternal.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, pemeriksaan terhadap 31 anggota Polri belum selesai hingga Rabu (5/10/2022). "Jadi dilanjutkan pada malam hari ini karena ada beberapa hal yang harus betul-betul didalami," ungkap Dedi kepada wartawan di Mapolres Malang.
Menurut Dedi, para anggota Polri yang diperiksa terkait unsur pelanggaran kode etik. Pasalnya, mereka tercatat ikut terlibat dalam pengamanan tragedi Kanjuruhan.
Meskipun demikian, Dedi memastikan, tim akan tetap mengedepankan unsur ketelitian, kehati-hatian dan kecermatan dalam melakukan investigasi dan pemeriksaan.
Seperti diketahui, tragedi Kanjuruhan telah menyebabkan seratusan orang meninggal dunia. Sebagian besar merupakan Aremania sedangkan dua korban lainnya anggota kepolisian. Di samping itu, ratusan Aremania juga dilaporkan mengalami luka-luka baik ringan, sedang maupun berat.