Jumat 07 Oct 2022 05:41 WIB

Erdogan Serukan Amandemen Konstitusi untuk Beri Hak Berjilbab Perempuan

Pada 2013, Turki mencabut larangan perempuan mengenakan jilbab.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
 Erdogan Serukan Amandemen Konstitusi untuk Beri Hak Berjilbab Perempuan. Foto:   Anggota parlemen Nurcan Dalbudak (berdiri) dan Sevde Beyazit Kacar (duduk) menghadiri sidang umum Parlemen Turki mengenakan jilbab mereka di Ankara, Kamis (31/10).     (Reuters / Umit Bektas)
Erdogan Serukan Amandemen Konstitusi untuk Beri Hak Berjilbab Perempuan. Foto: Anggota parlemen Nurcan Dalbudak (berdiri) dan Sevde Beyazit Kacar (duduk) menghadiri sidang umum Parlemen Turki mengenakan jilbab mereka di Ankara, Kamis (31/10). (Reuters / Umit Bektas)

REPUBLIKA.CO.ID,ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik usulan partai oposisi utama, Partai Rakyat Republik Turki (CHP), yang ingin mengambil langkah hukum untuk memberi hak perempuan dalam mengenakan jilbab. Menurut Erdogan, kini tidak ada masalah lagi dengan jilbab.

Erdogan pun menantang CHP untuk membawa usulan tersebut ke ranah konstitusi. Dia mengatakan, pemberian hak berjilbab kepada perempuan harus dijadikan konstitusi jika CHP betul-betul ingin melindungi hak Muslimah dalam menggunakan jilbab.

Baca Juga

"Jilbab tidak lagi menjadi masalah, dan tidak ada seorang pun yang bermasalah di tempat umum atau sekolah. Jika CHP tulus, mari kita amandemen Konstitusi untuk menyelesaikan masalah sepenuhnya," tutur Erdogan, seperti dilansir Middle East Monitor, Kamis (6/10/2022).

Erdogan juga menyinggung soal langkah yang ingin diambil pemimpin CHP, Kemal Kilicdaroglu, menjelang pesta demokrasi Turki pada tahun depan. "Sejak CHP membawa proposal, mari kita tanggapi dengan proposal lebih lanjut. Jika Kilicdaroglu jujur dan tulus dalam menghapus masalah jilbab dari agendanya, mari kita lakukan solusi di tingkat konstitusional, bukan hukum," kata dia.

Sejak 2013, wanita Turki yang ingin mengenakan jilbab untuk pekerjaan pegawai negeri dan kantor pemerintah telah mampu melakukannya. Pemerintah Erdogan telah melonggarkan pembatasan yang dilakukan selama puluhan tahun dalam mengenakan jilbab di lembaga-lembaga negara.

Kini, pemerintah Turki dan oposisi keduanya sama-sama berjanji akan mengambil langkah hukum untuk mengabadikan hak perempuan dalam mengenakan jilbab, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (6/10). Hal ini memulihkan inti perdebatan politik terkait jilbab yang pernah menyebabkan perpecahan yang runcing.

Usulan pemberian hak perempuan untuk mengenakan jilbab itu muncul saat Partai AK pimpinan Erdogan dan oposisi mendorong gagasan kebijakan sebelum pemilihan presiden dan parlemen 2023 menyoroti jajak pendapat yang menunjukkan hasilnya masih seimbang.

Selama bertahun-tahun, masalah jilbab menjadi fokus perselisihan sengit di Turki. Namun tidak lagi menjadi perselisihan setelah adanya reformasi yang didorong oleh Partai AK yang berakar Islamis selama dua dekade berkuasa.

Di sisi lain, pemimpin oposisi utama, CHP, Kemal Kilicdaroglu tiba-tiba menghidupkan kembali masalah itu pekan ini. Dia mengumumkan rencana penyusunan undang-undang di tengah upaya partainya yang sekuler untuk meraih dukungan orang-orang Turki yang taat menjelang pemilihan 2023.

"Jika tidak ada agenda licik di baliknya, tentu saja, kami siap memberikan segala macam dukungan untuk proposal Anda tentang hak dan kebebasan," kata Kilicdaroglu membalas tantangan Erdogan.

Parlemen Turki mencabut larangan mahasiswi mengenakan jilbab di universitas pada 2008 dalam sebuah langkah yang diperjuangkan oleh Erdogan. Pendirian sekuler yang kuat saat itu, termasuk jenderal angkatan darat, hakim dan rektor universitas, melihat jilbab sebagai simbol Islam radikal dan ancaman bagi tatanan sekuler.

Pada 2013, Turki mencabut larangan perempuan mengenakan jilbab di lembaga-lembaga negara di bawah reformasi yang menurut pemerintah dirancang untuk meningkatkan demokrasi.

Sumber

https://www.middleeastmonitor.com/20221005-erdogan-calls-for-hijab-rights-to-be-made-constitutional/

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement