Jumat 07 Oct 2022 09:44 WIB

Warga Yaman Bergulat dengan Kebutuhan Pangan

60 persen dari populasi Yaman mengalami kerawanan pangan akut.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
PBB mengatakan 19 juta orang atau 60 persen dari populasi Yaman mengalami apa yang disebut kerawanan pangan akut.
Foto: AP
PBB mengatakan 19 juta orang atau 60 persen dari populasi Yaman mengalami apa yang disebut kerawanan pangan akut.

REPUBLIKA.CO.ID, Di sebuah dapur kosong di Ibu Kota Yaman, Sanaa, Umm Zakaria al-Sharaabi bersiap untuk menyiapkan makanan yang sangat sederhana bagi 18 anggota keluarganya. Dia hanya memiliki roti dan beberapa rempah-rempah yang akan diolah untuk makan siang keluarga besarnya.

"Hari ini kami belum membuat makan siang," kata Umm Zakaria sambil menunjuk kompor yang kosong.  

Di sudut dapur terdapat sekantong roti dan beberapa wadah rempah-rempah. Ini adalah satu-satunya sisa makanan yang dimiliki oleh keluarga Umm Zakaria.  "Setiap hari seperti ini. Kami tidak punya apa-apa di dapur," ujarnya.

Yaman mengalami konflik selama delapan tahun. Konflik dimulai ketika pemberontak Houthi merebut Sanaa. Konflik kemudian meluas ketika koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara terhadap Houthi, sehingga menghancurkan ekonomi Yaman. Konflik yang berlarut-larut ini membuat penduduk Yaman mengalami krisis pangan dan kelaparan.

Gencatan senjata yang disepakati pada  April memberikan kelonggaran. Namun PBB mengatakan, jumlah keluarga yang kekurangan makanan terus bertambah. Gencatan senjata berakhir pada Senin (3/10/2022) tanpa ada kesepakatan untuk diperpanjang.

Ibu mertua Umm Zakaria, Umm Hani, yang tinggal serumah mengatakan, sebelum perang mereka hidup sederhana dan berkecukupan. Suami Umm Hani bekerja di Kementerian Pendidikan. Sementara Umm Hani bekerja sebagai asisten rumah tangga di sebuah keluarga.

Umm Hani mengatakan, ketika itu kondisi keuangan keluarganya sangat baik dan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, sejak konflik meletus Umm Hani dan keluarganya tidak bisa membeli tepung maupun beras sebagai makanan pokok.

"Situasi kami baik-baik saja. Saya dulu bekerja untuk sebuah keluarga. Saat ini, saya bersumpah, kami tidak mampu membeli tepung. Bahkan tepung saja kami tidak memilikinya, dan kami tidak punya nasi. Kami punya sedikit roti yang baru saja saya bawa dari toko roti. Kami akan makan dengan saus tomat atau apa pun yang tersedia," ujar Umm Hani.

Perjuangan rumah tangga Umm Zakaria dan Umm Hani dirasakan di seluruh Yaman, baik di daerah Sanaa yang dikendalikan oleh Houthi, dan seluruh negara yang dipegang oleh pasukan yang didukung oleh koalisi pimpinan Saudi.  Kedua belah pihak berada di bawah tekanan internasional untuk mencapai kesepakatan damai.  

Di distrik Geraf, Amal Hasan dan suami serta tiga anaknya tinggal di satu kamar kecil. Mereka pindah dari rumah kontrakan sebelumnya karena harga sewa melonjak tajam. Hasan bepergian untuk bekerja sebagai pembantu di bagian lain ibu kota. Dia menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk transportasi. Dia hanya bisa menabung sekitar 1.000 hingga 2.000 riyal.

Hasan ingin mencari rumah dengan sewa yang terjangkau. Tetapi kebutuhan utamanya didominasi oleh kekhawatiran untuk memberi makan keluarganya.

"Ketika mereka selesai sarapan, saya mulai memikirkan bagaimana harus memberi mereka makan siang. Setelah itu, saya khawatir tentang makan malam. Saya tidak pernah punya kesempatan untuk memikirkan bagaimana membangun masa depan mereka atau mendidik mereka karena kami hampir tidak bisa memikirkannya selain kebutuhan pangan," kata Hasan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement