Jumat 07 Oct 2022 14:02 WIB

Komnas HAM Menunggu Kerja Tim PPHAM

Komnas HAM menunggu proses kerja tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin. Komnas HAM menunggu proses kerja tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin. Komnas HAM menunggu proses kerja tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menantikan kerja tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) dalam menuntaskan pelanggaran HAM. Komnas HAM masih memantau kerja tim PPHAM. 

Wakil Ketua Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab mengatakan suatu pelanggaran HAM pasti terjadi dengan disertai penyebabnya. Tim PPHAM bisa mengawali kerja dengan mengungkap sebab pelanggaran HAM. 

Baca Juga

"Dan konteksnya mengapa itu semua terjadi. Itu yang harus diungkapkan apa yang terjadi dan mengapa?" kata Amiruddin kepada Republika, Jumat (7/10). 

Setelah itu, Amiruddin menyebut perlu adanya pengakuan negara mengenai terjadinya pelanggaran HAM. Kemudian, barulah Presiden Joko Widodo bisa menentukan langkah apa yang akan diambil guna menuntaskan persoalan tersebut. 

"Seperti itu kalau kita belajar dari negara lain seperti Afrika Selatan, Korea Selatan, Venezuela, Argentina, Spanyol. Apakah ini (tim PPHAM) akan seperti itu? Saya belum ada infonya karena Kepresnya (isinya) umum," ujar Amiruddin. 

Amiruddin mendorong tim PPHAM bekerja merujuk penyelesaian kasus HAM di negara lain. Hal itu guna mendukung penuntasan kasus HAM secara komprehensif. 

"Harus ada pengungkapan. Latarnya apa, sebabnya apa? Itu dulu. Baru bicara penyelesaian. Apa yang mau diselesaikan kalau nggak diungkapkan?" ucap Amiruddin. 

Selain itu, Amiruddin belum mengetahui kasus pelanggaran HAM mana yang akan lebih dulu diselesaikan tim PPHAM. Ia masih menunggu kerja tim PPHAM setelah mengadakan rapat perdana beberapa waktu lalu di Surabaya. 

"Tim di negara lain tidak lihat kasus per kasus tapi konteks, polanya seperti apa makanya disebut pengungkapan kebenaran," ucap Amir. 

Di sisi lain, Amiruddin enggan berkomentar mengenai sejumlah nama kontroversial di dalam tim PPHAM. Nama-nama kontroversial di dalam tim salah satunya mantan Wakil Kepala Staf TNI AD Letnan Jenderal (Purnawirawan) Kiki Syahnakri. Kiki pernah menjadi Ketua pelaksana Simposium Anti-Partai Komunis Indonesia pada 2016 lalu. 

Nama kedua yaitu mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negera (BIN) As’ad Said Ali. Nama Said muncul dalam kasus pembunuhan terhadap Munir Said Thalib.

"Saya enggak mau komen orang per orang, Presiden yang milih dia yang tanggungjawab karena dia ada pertimbangannya sendiri. Tim ini yang dibuat Presiden akan tanggungjawab ke Presiden," sebut Amiruddin. 

Diketahui, Presiden Jokowi telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim PPHAM. Keppres ini diteken pada 26 Agustus 2022 lalu. 

Tim PPAHM ini memiliki tugas untuk melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional HAM sampai 2020. Tim PPAHM juga bertugas untuk merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya, serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat tidak kembali terulang di masa yang akan datang.

Tercatat sedikitnya ada 13 kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih ditangani Komnas HAM. Yaitu Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Wasior Wamena, Peristiwa Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998, Peristiwa Simpang KAA 1999, Peristiwa Jambu Keupok 2003, Peristiwa Rumah Geudang 1989-1998, dan Kasus Paniai 2014.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement