REPUBLIKA.CO.ID, PASAMAN -- Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat, Ardi Andono, mengatakan pihaknya bersama kepolisian menangkap empat orang pelaku perdagangan satwa dilindungi di Nagari Silayang, Kecamatan Mapat Tunggul, kabupaten Pasaman.
Ke empat orang ini adalah T (29 tahun), A (47 tahun), IK (31 tahun) dan P (23 tahun). Masing-masing pelaku berperan sebagai pengelola akun palsu yang melakukan promosi atau penawaran di media sosial, perantara atau pengirim. Lalu dua orang sebagai pemburu.
"Satwa liar yang dilindungi yang diperdagangkan adalah burung Kuau Raja atau Argusianus argus sejumlah dua ekor," kata Ardi, Jumat (7/10).
Ardi menyebut pengungkapan ini berawal dari pemantauan perdagangan satwa di media sosial. Di mana salah satu pelaku yang diamankan dengan menggunakan akun palsu melakukan penawaran dan jual beli terhadap beberapa jenis satwa dilindungi.
"Saat ini para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan oleh penyidik Satreskrim Polres Pasaman." ujar Ardi.
Pelaku telah melanggar pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara paling lama Lima tahun dan denda paling banyak Seratus juta rupiah.
Sedangkan barang bukti berupa dua ekor burung Kuau Raja telah dititipkan di TTS BKSDA di Padang untuk kepentingan proses hukum selanjutnya.
"Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi terhadap dukungan Polres Pasaman dan Polda Sumbar dalam pengungkapan kasus perdagangan satwa yang merupakan maskot daerah Sumatra Barat ini," ujar Ardi Andono.
Kuau Raja atau dalam nama ilmiahnya Argusianus argus adalah salah satu burung yang terdapat di dalam suku Phasianidae. Kuau Raja mempunyai bulu berwarna cokelat kemerahan dan kulit kepala berwarna biru. Burung jantan dewasa dapat mencapai ukuran panjang 200 cm, sedangkan betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, panjangnya mencapai sekitar 75 cm, dengan jambul kepala berwarna kecoklatan.
Bulu ekor dan sayap betina tidak sepanjang burung jantan, dan hanya dihiasi dengan sedikit oceli. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 48 tahun 1989, burung ini ditetapkan sebagai maskot provinsi Sumatra Barat dan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor.P.106 tahun 2018, maka burung Kuau Raja termasuk ke dalam jenis satwa dilindungi.