Sabtu 08 Oct 2022 03:37 WIB

Permohonan Maaf Ketua Panpel Arema dan Misteri Terkuncinya Pintu 12-13 Kanjuruhan

Belum diketahui penyebab terkuncinya pintu 12 dan 13 Stadion Kanjuruhan saat tregedi.

Doni Monardo berjalan di pinggir lapangan saat memimpin Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) melakukan investigasi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Jumat (7/10/2022). Dari hasil investigasi sementara yang dilakukan TGIPF ditemukan fakta bahwa ada pintu stadion yang terkunci saat tragedi Kanjuruhan terjadi.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Doni Monardo berjalan di pinggir lapangan saat memimpin Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) melakukan investigasi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Jumat (7/10/2022). Dari hasil investigasi sementara yang dilakukan TGIPF ditemukan fakta bahwa ada pintu stadion yang terkunci saat tragedi Kanjuruhan terjadi.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wilda Fizriyani

Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris memohon maaf atas peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022) malam.  Hal ini diungkapkan Haris setelah ditetapkan sebagai tersangka tragedi Kanjuruhan.

Baca Juga

Abdul Haris juga menyatakan duka cita dan rasa berkabung atas meninggalnya ratusan Aremania yang tidak berdosa. Kondisi ini dianggap terjadi karena keterbatasannya dalam menangani peristiwa tersebut.

"Sekali lagi saya mohon maaf kepada keluarga korban dan kepada seluruh Aremania, penonton, suporter seluruh Indonesia. Sekali lagi, saya selaku ketua Panpel mohon maaf karena tidak bisa menyelamatkan, melindungi mereka, adik-adikku, saudara-saudaraku. Keponakan yang masih SMP juga meninggal, saya mohon maaf," kata Abdul Haris di Kantor Arema FC, Kota Malang, Jumat (7/10/2022).

Abdul Haris pada dasarnya tidak mau peristiwa 2018 lalu terjadi kembali di Stadion Kanjuruhan. Bahkan, dia sudah mengingatkan hal tersebut ketika rapat dengan Kapolres, stewar, Aremania dan lain-lain. Dia telah meminta tim pengaman tidak melakukan penembakan gas air mata seperti yang terjadi pada 2018 lalu di mana satu orang dinyatakan meninggal dunia.

Abdul Haris juga sempat melakukan rapat dengan para Aremania sebelum hari pertandingan. Suporter Arema FC tersebut telah sepakat untuk tidak rasis, tidak anarkistis, tidak membawa flare, dan tidak melakukan copet. Kemudian juga disepakati agar para Aremania yang masuk memiliki tiket.

Tidak hanya itu, Abdul Haris memastikan, telah melengkapi semua ketentuan untuk pertandingan. Dengan kata lain, termasuk surat izin Satgas Covid-19 dan surat izin penggunaan Stadion Kanjuruhan. Kemudian juga membuat surat izin kepada Polres Malang dan Polda Jatim untuk rekomendasi bantuan keamanan.

Sebelum 10 hari pertandingan, manajemen juga telah menyepakati untuk mencetak tiket sesuai kapasitas stadion sekitar 43 ribu. Namun pada 29 September lalu, Kapolres Malang mengirimkan surat agar Panpel Arema FC mengurangi penjualan tiket hingga 38 ribu. Bagian ticketing telah konfirmasi kepada Kapolres dan Kabagops Polres Malang mengenai pengurangan tiket.

"Namun ada arahan-arahan dari beliau tiket dijual sesuai dengan yang sudah pesan dari Aremania," jelasnya.

Berdasarkan pengamatan Abdul Haris, pertandingan Arema FC dan Persebaya Surabaya berjalan tanpa kericuhan. Setidaknya ada 250 steward yang berjaga di pintu-pintu stadion maupun sejumlah tempat lainnya. Untuk alur pemain, penempatan media dan para tamu juga sudah tersedia.

Semua kelengkapan seperti ambulans juga telah disiapkan oleh Panpel Arema FC. Pihaknya telah menyiapkan enam ambulans yang empat di antaranya diletakan di luar sedangkan lainnnya di dalam stadion.

Ketika melakukan koordinasi dengan Security Officer berinisial SS (tersangka lain), dia juga telah meminta yang bersangkutan untuk membuka semua pintu stadion. Pembukaan pintu tersebut setidaknya harus dilakukan sepuluh menit sebelum pertandingan usai sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Setelah permainan selesai, Panpel melakukan tugas untuk mengevakuasi para pemain baik Arema FC maupun Persebaya Surabaya. Kemudian dia menyaksikan bagaimana pintu-pintu evakuasi yang terletak di pintu 12 dan 13 ditembakkan gas air mata. Situasi ini jelas telah menimbulkan kepanikan yang luar biasa. 

"Saya telepon pakai HP juga nggak bisa, crowded. Saya minta bantuan Pak Kapolres, saya cari komandan yang ada di situ. Saya minta bantuan untuk segera dikirim ambulans sebanyak-banyaknya, juga tenaga medis," ucapnya.

Tak lama kemudian, Abdul Haris pun menyaksikan bagaimana sejumlah Aremania tergeletak. Beberapa ada yang lebam, tidak bisa bernapas, bahkan ada yang sudah sekarat. Abdul Haris juga sempat memeriksa para Aremania yang sudah tidak bernyawa.

Abdul Haris mengaku sempat meminta dan mencari oksigen untuk membantu para Aremania. Namun para petugas medis tidak bisa keluar untuk mendapatkan bantuan oksigen.

Melihat kondisi tersebut, Abdul Haris pun berinisiatif untuk meminta bantuan kepada tim pengamanan. Hal ini bertujuan semata-mata agar bisa mengevakuasi para korban di pintu 12 dan 13.

"Saya minta atas nama kemanusiaan. Secepatnya saya gedor-gedor di situ. Ada beberapa truk Zipur, saya paksa itu dijadikan ambulans dengan durasi waktu yang masih menunggu petunjuk dari komandan. Saya paksa. 'Bapak ini adalah bagian dari rakyat, tolonglah! Ini kemanusiaan, Pak'," ungkapnya.

Abdul Haris mempertanyakan alasan aparat pengamanan menembakkan gas air mata ke pintu-pintu evakuasi Stadion Kanjuruhan saat tragedi terjadi pada Sabtu lalu. Dia ragu alasan penembakan itu semata-mata untuk menghalau Aremania agar tidak masuk ke lapangan.

"Jadi kenapa ditembakkan ke pintu evakuasi, di pintu 12, 13, kenapa? Kenapa di sana? Di sana yang lihat itu adalah keluarga, anak-anak kecil, anak-anak wanita, yang masih umur belia.  Mereka bukan suporter murni, mereka adalah keluarga," kata Abdul Haris.

Abdul Haris meminta adanya pengusutan usut jenis gas air mata yang digunakan aparat dalam tragedi Kanjuruhan termasuk autopsi terhadap para korban. Menurut Abdul Haris, banyak korban yang wajahnya membiru akibat gas air mata.

Adapun mengenai penetapannya sebagai tersangka, Abdul Haris mengaku siap menerima. Dia juga ikhlas dan siap memikul tanggung jawab tersebut. Hal ini semata-mata atas nama kemanusiaan dan rasa takut terhadap siksa Allah SWT.

Jika ini menjadi bagian takdir, Abdul Haris tidak mempermasalahkannya. Dia juga menyinggung bahwa sepak bola pada dasarnya berkaitan dengan rasa tanggung jawab.

"Jangan tanggung jawab ketika pertandingan lancar, juara. Tetapi ketika krusial, ketika terjadi tragedi, ketua panpel jadi penanggung jawab," jelasnya.

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement