REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Beberapa bulan setelah mencapai kesepakatan, Gedung Putih mengambil langkah resmi untuk melindungi transfer data antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Presiden AS Joe Biden telah menandatangani perintah eksekutif yang mengarahkan upaya pemerintah untuk menerapkan Kerangka Privasi Data UE-AS.
Pendekatan ini mengharuskan badan-badan intelijen mempertimbangkan privasi dan kebebasan sipil sebelum mencari data dan hanya melakukan pengawasan ketika ada kebutuhan untuk mengatasi masalah keamanan nasional. Pengumpul intelijen juga perlu memperbarui kebijakan mereka tentang elemen-elemen seperti penanganan data.
Selain itu, juga akan ada proses peninjauan untuk keluhan pelanggaran privasi warga UE. Kantor Director of National Intelligence (DNI) akan menyelidiki kemungkinan pelanggaran hukum melalui petugas kebebasan sipilnya. Sementara itu, Kejaksaan Agung akan menggunakan Pengadilan Tinjauan Perlindungan Data baru untuk meninjau hasil investigasi tersebut dan membuat keputusan yang mengikat.
Dilansir Engadget, Ahad (9/10/2022), Kerangka Privasi Data atau Data Privacy Framework adalah tanggapan terhadap Pengadilan Uni Eropa yang membatalkan perjanjian Perlindungan Privasi pada tahun 2020. Pengadilan menemukan bahwa pakta tersebut memberi AS terlalu banyak kelonggaran untuk mengawasi data Uni Eropa dan tidak konsisten dengan persyaratan privasi yang secara efektif setara dengan hukum Eropa. AS menolak keras penolakan ini dengan alasan bahwa hal itu meragukan kemampuan perusahaan untuk mentransfer data secara legal.
Komisi Eropa masih perlu memeriksa kerangka kerja untuk menentukan apakah mereka menawarkan perlindungan yang cukup. AS dengan cepat memperkuat pendekatannya untuk berbagi data internasional meskipun dengan kekhawatiran bahwa mata-mata mungkin masih memiliki terlalu banyak kekuatan.