REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, kondisi dinamika atmosfer di wilayah Indonesia masih cukup signifikan dan berpotensi mengakibatkan peningkatan potensi cuaca ekstrem. Potensi tersebut khususnya terjadi pada 9 sampai 15 Oktober 2022.
Pada periode tersebut, BMKG memprediksi potensi curah hujan dengan intensitas sedang-lebat yang disertai kilat/petir dan angin kencang terjadi di 34 provinsi. Kecuali di Sumatra Barat dan Nusa Tenggara Timur.
"Berdasarkan analisis terkini bahwa kondisi dinamika atmosfer di wilayah Indonesia masih cukup signifikan berpotensi mengakibatkan peningkatan potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah dalam sepekan ke depan," ujar Dwikorita lewat keterangan tertulisnya, Ahad (9/10).
Adapun pada periode 8 hingga 10 Oktober, terdapat delapan provinsi berpotensi terdampak hujan lebat dengan kategori siaga. Kedelapan provinsi tersebut, yakni Aceh, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah.
Di samping itu, terdapat potensi gelombang tinggi di wilayah perairan Indonesia. Pada periode 8 hingga 14 Oktober 2022, gelombang setinggi 1,5 hingga 4 meter berpotensi terjadi di perairan utara Sabang, perairan barat Aceh, perairan barat Pulau Simeulue hingga Kepulauan Mentawai, perairan Pulau Enggano-Bengkulu, perairan barat Lampung, dan Samudra Hindia barat Sumatra.
Selanjutnya, di Selat Sunda bagian barat dan selatan, perairan selatan Banten hingga Jawa Timur, Selat Bali- Lombok-Alas bagian selatan, Selat Sumba bagian barat, perairan selatan Bali hingga Pulau Sumba, Samudra Hindia selatan Banten hingga Pulau Sumba, dan Laut Natuna.
Ia meminta pihak-pihak terkait untuk melakukan persiapan dalam menghadapi potensi cuaca ekstrem. Antara lain, memastikan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air siap untuk mengantisipasi peningkatan curah hujan.
"Melakukan penataan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan pemotongan lereng atau penebangan pohon yang tidak terkontrol serta melakukan program penghijauan secara lebih masif," ujar Dwikorita.
Selanjutnya, melakukan pemangkasan dahan dan ranting pohon yang rapuh serta menguatkan tegakan/tiang agar tidak roboh tertiup angin kencang. Kemudian, menggencarkan sosialisasi, edukasi, dan literasi secara lebih masif untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian pemerintah daerah, masyarakat serta pihak terkait dalam pencegahan/pengurangan risiko bencana hidrometeorologi.
Terakhir, lebih mengintensifkan koordinasi, sinergi, dan komunikasi antarpihak terkait untuk kesiapsiagaan antisipasi bencana hidrometeorologi.
"Terus memonitor informasi perkembangan cuaca dan peringatan dini cuaca ekstrem dari BMKG," ujar Dwikorita.