REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Duta Besar China untuk Amerika Serikat (AS) Qin Gang mengapresiasi usulan pendiri Tesla dan SpaceX, Elon Musk, terkait penyelesaian isu Taiwan. Musk telah mengusulkan pembentukan zona administrasi khusus bagi Taiwan guna mengakhiri pertikaian dengan Beijing.
“Saya ingin berterima kasih kepada Elon Musk atas seruannya untuk perdamaian di Selat Taiwan dan idenya tentang pembentukan zona administratif khusus untuk Taiwan. Sebenarnya, reunifikasi damai dan Satu Negara, Dua Sistem adalah prinsip dasar kami untuk menyelesaikan masalah Taiwan,” tulis Qin Gang lewat akun Twitter resminya, Ahad (9/10/2022).
Beberapa jam setelah mengunggah pernyataannya, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menegaskan pendapat Qin. “Asalkan kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan pembangunan terjamin, Taiwan dapat mengadopsi otonomi tingkat tinggi sebagai wilayah administrasi khusus,” ujar Mao saat memberi pengarahan pers, dilaporkan laman Bloomberg.
Dalam profil Financial Times yang diterbitkan Jumat (7/10/2022) pekan lalu, Elon Musk memberi usulan untuk mencari zona administrasi khusus bagi Taiwan guna menyelesaikan perselisihannya dengan China. “Tapi ini mungkin tidak akan membuat semua orang senang,” kata Musk.
Bulan lalu, China mengatakan, mereka mempunyai ketenangan dan kesabaran untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya suatu saat nanti. Beijing mengklaim, sebagian besar warga Taiwan menentang kemerdekaan dan menghendaki agar pulau tersebut bergabung bersama Negeri Tirai Bambu.
“Berkenaan dengan penyelesaian masalah Taiwan dan mewujudkan unifikasi China yang utuh, kami memiliki ketenangan strategis serta kesabaran historis, dan kami juga penuh percaya diri,” kata Qiu Kaiming, seorang pejabat China yang menangani hubungan dengan Taiwan, 21 September lalu.
Menurut Qiu, masyarakat Taiwan pun menginginkan terjadinya unifikasi dengan China daratan. Dia turut mengklaim bahwa sebagian besar warga Taiwan menentang ide kemerdekaan pulau tersebut. “Semakin banyak rekan Taiwan menyadari masa depan Taiwan terletak pada penyatuan nasional,” ucapnya.
Pernyataan Qiu bertentangan dengan jajak pendapat yang dilakukan pemerintah Taiwan pada Agustus lalu. Dalam survei tersebut terungkap, sekitar dua pertiga responden memandang China tidak ramah kepada mereka. Itu merupakan tingkat tertinggi dalam lebih dari dua dekade. Lebih dari seperempat responden menyatakan mendukung gagasan kemerdekaan. Sementara kurang dari 10 persen mendukung penyatuan atau unifikasi di beberapa titik.
China diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik China. Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang memicu konfrontasi.