REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Memasuki masa jelang akhir tahun 2022, Badan Pangan Nasional (NFA) menyatakan, ketersediaan dan stabilitas harga komoditas daging sapi terpantau stabil. Stabilitas daging akan terus dikawal pemerintah, khususnya jelang perayaan Natal dan Tahun Baru yang biasanya, diiringi peningkatan konsumsi masyarakat.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi melalui keterangannya, Senin (10/10/2022), di Jakarta, mengatakan, harga daging sapi di tingkat konsumen relatif stabil dalam empat bulan terakhir dengan rata rata harga sebesar Rp 133.670 per kg.
“Sejauh ini, harga di tingkat konsumen masih di bawah usulan Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) Peraturan Badan Pangan Nasional tahun 2022 yang telah dibahas dan disepakati bersama lintas Kementerian dan Lembaga serta stakeholder pangan terkait, yaitu sebesar Rp 140 ribu/kg,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan Info Harga Pangan yang dihimpun dari Panel Harga Pangan NFA, harga rata-rata nasional daging sapi per 9 Oktober 2022 berada di Rp 134 ribu per kg. Harga tertinggi sebesar Rp 160 ribu per kg di provinsi Kalimantan Utara dan terendah Rp 109 ribu per kg di provinsi Maluku.
“Per 9 Oktober kemarin harga daging sapi di tingkat konsumen juga terpantau stabil dan berada di bawah HAP. Tren ini akan kita pantau terus sehingga kalau pun terjadi kenaikan dapat segera diantisipasi agar peningkatannya tidak melebihi HAP atau harga kesetimbangan Rp 140 ribu per kg,” ungkap Arief.
Ia menjelaskan, NFA tidak hanya menjaga dan memastikan stabilitas harga di tingkat konsumen, melainkan turut memantau dan menjaga stabilitas harga sapi hidup di tingkat peternak.
Adapun, harga rata-rata sapi hidup di tingkat produsen per 9 Oktober 2022 berada di Rp 50,6 ribu per kg dengan harga tertinggi di provinsi Banten Rp 55,7 ribu per kg dan terendah di provinsi NTT Rp 45 ribu per kg. Angka tersebut masih di bawah HAP, yaitu Rp 56 ribu hingga Rp 58 ribu per kg.
Lebih lanjut, Arief menjelaskan, untuk keberlanjutan stabilisasi harga daging sapi, perlu diwujudkan kesetimbangan harga baik di tingkat produsen maupun konsumen. Peternak dan konsumen harus mendapatkan harga pembelian/penjualan yang wajar.
Menurutnya, harga sapi yang terlalu rendah di tingkat peternak akan mengganggu keberlangsungan usaha sehingga mempengaruhi suplai, sebaliknya harga daging sapi yang terlalu tinggi di konsumen akan berdampak pada peningkatan inflasi.
Sementara itu, dari sisi ketersediaan, berdasarkan Neraca Pangan Nasional, stok daging ruminansia sampai dengan akhir Desember 2022 diperkirakan tersedia 59 ribu ton. Jumlah tersebut diperoleh setelah memasukan rencana importasi.
Stok daging ruminansia yang ada di BUMN Pangan saat ini berdasarkan data Perum Bulog dan ID Food, tercatat daging sapi sekitar 664 ton dan daging kerbau sekitar 24 ribu ton.
Arief menuturkan, penguatan stok pangan sebagai cadangan pangan nasional akan terus di genjot NFA bersama kementerian dan lembaga terkait. Termasuk mengamankan stok komoditas daging ruminansia. Upaya ini sejalan dengan arahan Presiden RI agar kita bersiap menghadapi potensi krisis pangan, salah satunya melalui penguatan stok cadangan pangan berbagai komoditas.
Arief mengatakan, guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging nasional sebesar 59 ribu ton per bulan, saat ini Indonesia masih membutuhkan suplai daging dari luar negeri. Untuk itu, dalam rangka mengamankan ketersediaan dan stabilitas harga perlu dijalankan solusi jangka pendek dan jangka panjang secara paralel.
“Solusi jangka pendek salah satunya menyiapkan alternative supply dari negara lain guna mengantisipasi lonjakan harga karena single supply. Langkah tersebut dijalankannya bersamaan dengan pembenahan tata kelola dan ekosistem peternakan nasional yang terus didorong,” ujarnya.