REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama terus menyisir tanah wakaf yang belum memiliki sertifikat atau legalitas guna tidak terjadi sengketa di kemudian hari serta agar dikelola dengan baik oleh para nazir.
"Kita mungkin akan menyisir lagi, tanah-tanah wakaf akan kita sisir lagi. Kalau kemarin metodenya berbasis kecamatan, kalau sekarang mungkin berbasis ormas," ujar Analis Kebijakan Ahli Muda Subdit Pengamanan Aset Wakaf Kementerian Agama Jaja Zarkasyi di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Jaja mengatakan dari hasil penyisiran Kemenag pada 2021, terdapat 41 ribu titik tanah wakaf yang belum bersertifikat. Dari angka tersebut hanya 21 ribu yang memiliki dokumen wakaf dan bisa memiliki sertifikat.
Sejak awal 2022 hingga hari ini, lanjut dia, sudah 13 ribu titik tanah wakaf yang sudah bersertifikat dari 21 ribu titik tanah yang memiliki dokumen wakaf untuk disertifikatkan. Ia berharap hingga akhir tahun, 21 ribu titik ini sudah memiliki sertifikat.
"Kemarin kami cek sudah 13 ribu tanah wakaf yang sudah jadi sertifikatnya. Mudah-mudahan akhir tahun tercapai tapi kalau melihat tahun kemarin November-Desember ramainya (sertifikasi)," kata dia.
Kebanyakan, kata Jaja, tanah yang tak memiliki sertifikat adalah masjid, mushala, dan makam, apalagi yang diwakafkan pada periode 1980 hingga 1990. Anggapan masyarakat saat itu, bahwa tanah wakaf yang difungsikan sebagai masjid, mushala, maupun makam tak perlu disertifikatkan.
"Mensertifikatkan itu menjadi kewajiban karena ada tren tanah wakaf itu ada beberapa orang yang berusaha mengambil alih tanah wakaf. Ga ada salahnya disertifikatkan, toh sertifikat itu tidak akan bisa dijual, digadaikan, atau dihibahkan," kata dia.
Ia mencontohkan dampak dari tanah wakaf yang tak bersertifikat seperti konflik kepemilikan. Tanah wakaf yang berada di lokasi strategis dan bernilai ekonomi sering terjadi sengketa hingga klaim dari ahli waris.
"Ada satu kasus, tanah itu diwakafkan tahun 1995, sepuluh tahun kemudian tanah wakaf tersebut menjadi lokasi pembangunan jalan tol, tiba-tiba ahli waris mengatakan tanah ini bukan wakaf, nah jika tidak dilegalkan tentu menjadi polemik," kata dia.