Selasa 11 Oct 2022 08:17 WIB

Harga Minyak Jatuh karena Kekhawatiran Resesi

OPEC+ sepakat untuk mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari.

Kilang minyak TotalEnergies Leuna dekat Spergau, Jerman Timur, 25 April 2022. Harga minyak merosot hampir dua persen pada akhir perdagangan Senin (10/10/2022), menghentikan kenaikan lima sesi berturut-turut.
Foto: EPA-EFE/FILIP SINGER
Kilang minyak TotalEnergies Leuna dekat Spergau, Jerman Timur, 25 April 2022. Harga minyak merosot hampir dua persen pada akhir perdagangan Senin (10/10/2022), menghentikan kenaikan lima sesi berturut-turut.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak merosot hampir dua persen pada akhir perdagangan Senin (10/10/2022), menghentikan kenaikan lima sesi berturut-turut. Investor khawatir bahwa awan badai ekonomi dapat menandakan resesi global dan mengikis permintaan bahan bakar.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember kehilangan 1,73 dolar atau 1,8 persen, menjadi ditutup pada 96,19 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November tergelincir 1,51 dolar AS atau 1,6 persen, menjadi menetap di 91,13 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Baca Juga

Kedua harga acuan telah meningkat selama minggu sebelumnya sebagian besar karena ekspektasi pengetatan pasokan global. Kekhawatiran tentang permintaan di tengah meningkatnya risiko resesi dan apresiasi tajam dolar AS terus membebani pasar.

Pekan lalu, harga minyak menuai keuntungan yang signifikan, didukung oleh pengurangan produksi besar-besaran oleh produsen utama. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, sepakat untuk mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November.

Harga minyak turun di tengah komentar dari pejabat Federal Reserve AS tentang kenaikan suku bunga dan pengaruhnya terhadap perekonomian. Wakil Ketua Fed Lael Brainard mengatakan ekonomi mulai merasakan kebijakan moneter yang lebih ketat, tetapi beban penuh dari kenaikan suku bunga bank sentral tidak akan terlihat selama berbulan-bulan.

Komentar Brainard mengikuti pernyataan Presiden Fed Chicago Charles Evans bahwa ada konsensus kuat di The Fed untuk menaikkan target suku bunga kebijakan menjadi sekitar 4,5 persen pada Maret dan mempertahankannya di sana.

"Ada lebih banyak malapetaka dan kesuraman dari orang-orang itu dan apa yang akan mereka lakukan terhadap ekonomi, karena mereka tidak begitu yakin bahwa mereka memiliki inflasi yang terkendali, dan itulah permainan makro yang membebani minyak," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York seperti dikutip Reuters.

Harga minyak juga berjuang di bawah penguatan dolar AS, yang naik untuk sesi keempat berturut-turut. Dolar yang lebih kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

"Keputusan OPEC+ akan berdampak pada pasar pasokan minyak karena pengurangan produksi aktual akan lebih kecil," kata Fitch Ratings, mencatat bahwa secara kolektif kelompok tersebut telah memproduksi lebih sedikit dari kuota sebelumnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement