REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina berdampak pada kondisi perekonomian dunia yang semakin tidak pasti. Kondisi inipun menyebabkan banyak negara mudah jatuh ke jurang inflasi jika tak berhati-hati dalam mengelola moneter dan fiskalnya.
“Negara manapun dapat terlempar dengan cepat, keluar jalur dengan sangat mudahnya, apabila tidak hati-hati dan tidak waspada baik dalam pengelolaan moneter maupun pengelolaan fiskal. Apalagi setelah perang Rusia dan Ukraina,” kata Jokowi saat pembukaan Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (11/10).
Kondisi global ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia yang sebelumnya diperkirakan sebesar 3 persen pada 2023, kini diperkirakan hanya tumbuh di angka 2,2 persen. “Inilah yang sering disampaikan membayar harga dari sebuah perang. Yang harganya sangat mahal sekali,” tambahnya.
Meski demikian, ia bersyukur karena pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua termasuk yang terbaik di dunia, yakni 5,44 persen. Selain itu, menurutnya, Indonesia juga mampu mengendalikan inflasi pasca kenaikan harga BBM subsidi, yakni di bawah angka 5,9 persen.
“Ini juga tetap harus kita syukuri. Karena kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain, sekarang ini di Argentina sudah 83,5 persen, dengan kenaikan suku bunga sudah 3.700 basis poin. Kita inflasi 5,9 (persen) dengan perubahan suku bunga kita di 75 basis poin,” kata Jokowi.
Jokowi menjelaskan, inflasi yang masih terkendali tersebut karena Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan bisa berjalan beriringan dan tak saling tumpang tindih. Ia menilai, komunikasi di antara dua lembaga itupun terjalin baik.
“Ini yang saya lihat, komunikasinya baik, sehingga fiskal dan moneter itu bisa berjalan bersama-sama,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat. Salah satunya yakni melalui pemberian bantuan sosial berupa kompensasi kenaikan harga BBM subsidi.