Selasa 11 Oct 2022 22:38 WIB

Bantahan Imam As Suyuthi Terhadap Vonis Hukum Peringatan Maulid Nabi Bidah  

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan perkara bidah

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Kawasan Raudhah dan koridor di depan Makam Rasulullah SAW. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan perkara bidah
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Kawasan Raudhah dan koridor di depan Makam Rasulullah SAW. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan perkara bidah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Diskusi tetang hukum perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW seakan tak pernah ada ujungnya. Perbincangan terkait dengan perayaan event ini juga sudah mengemuka di kalangan ulama klasik. 

Salah satu ulama yang membahas hal ihwal Maulid Nabi SAW adalah Imam As Suyuthi. Ia mengarang kitab Husnul Muqshid Fi Amalil Maulid, yang kini sudah diterjemahkan menjadi buku berjudul Tujuan Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW .    

Baca Juga

Imam As Suyuthi dalam karyanya itu, banyak mengungkapkan dalil-dalil bantahan kepada mereka yang anti maulid. 

Pada bagian ini, Imam As Suyuthi secara khusus membahas tentang pendapat Syekh Tajuddin Umar bin Ali Al-Lakhmi as-Sakandari atau yang lebih dikenal dengan al-Fakihani.

Al-Fakihani merupakan ulama dari kalangan Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa amaliah Maulid Nabi adalah bid’ah yang tercela. Bahkan, ia mengarang kitab berjudul Al-Maulid fil Kalam al Amalil Maulid. Dalam buku ini, cukup panjang Imam As Suyuthi mengungkapkan pendapat Imam al-Fakihani tentang Maulid Nabi.

Imam al-Fakihani berpendapat bahwa perayaan Maulid Nabi SAW belum ia ketahui dalilnya sama sekali, baik di dalam Alquran maupun hadits. Bahkan, ia menyebut maulid ini adalah bidah yang diada-adakan  orang-orang yang berbuat salah dan bernafsu-syahwat terhadap makanan.

Dalam merespons hal itu, Imam As Suyuthi menyampaikan bahwa tidak adanya pengetahuan (tidak tahu) itu bukan berarti selalu berimplikasi pada tidak adanya dalil. Padahal, menurut dia, pimpinan ahli hadits, yaitu al-Hafidz Abul Fadhl Ibnu Hajar telah mengeluarkan hadis tentang dalil Maulid Nabi saw.

Hadis tersebut terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim yang berisi tentang Nabi SAW yang menanyai alasan orang Yahudi yang berpuasa di hari Asyura. 

Jawaban Yahudi adalah karena sebagai bentuk syukur atas ditenggelamkannya Firaun pada hari itu, sehingga Nabi Musa AS pun selamat dari kejarannya.

Oleh karena itu, Nabi SAW juga menyuruh umatnya agar juga berpuasa di hari Asyura dan sekaligus hari Tasu’a (hari kesembilan bulan Muharram) sebagai pembeda dengan kaum Yahudi. 

Hadits ini menjadi dalil bahwa bentuk syukur itu bisa diekspresikan dikarenakan atas anugerah Allah SWT berupa diberikannya nikmat atau dihindarkan dari bencana.

Sementara, nikmat yang sangat besar yang patut kita syukuri adalah lahirnya Nabi Muhammad SAW. Maka, orang yang tidak mau memperhatikan hal ini, pasti ia tidak akan memperdulikan perayaan Maulid Nabi SAW.

Di dalam buku ini, Imam As Suyuthi juga menjelaskan panjang lebar tentang bid’ah. Dia mengupas tentang bidah berdasarkan pendapat para ulama yang mendahuluinya. Setelah menjelaskan tentang bidah, As Suyuthi juga menambahkan pembahasan tentang Maulid Nabi.

Imam As Suyuthi cukup banyak memaparkan argument para ulama lain seputar disyariatkannya maulid. Di antara ulama yang dia kutip adalah Imam Ibnu Hajar, Ibnul Jazari di dalam Arfut Ta’rif bil Maulid as-Syarif dan Imam Syamsuddin Ad-Dimasyqi di dalam kitabnya Maurid as-Shadi fi Maulid al-Hadi.   

 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement