Banyak Narasi Hoaks di Dunia Digital, Muslimat NU Ingatkan Pentingnya Tabayyun
Red: Fernan Rahadi
Berita-berita hoaks (ilustrasi) | Foto: Republika
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kehadiran media sosial telah mengubah cara manusia dalam mendapatkan informasi. Di era digital, manusia tidak lagi mencari informasi. Sebaliknya, informasi membanjiri ruang-ruang digital, ledakannya kerapkali menyisakan residu persoalan. Antara lain maraknya misinformasi dan disinformasi. Sehingga, penting kiranya masyarakat menjaga kewarasan berpikir dan bertindak dengan melakukan tabayyun (verifikasi) digital.
Sekretaris Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU), Hj Arifah Fauzi, turut menanggapi terkait persoalan ini. Menurutnya menjadi hal yang penting dan esensial bagi netizen untuk mampu ber-tabayyun, teliti dan hati-hati. Ketika menerima informasi serta mampu mengendalikan nafsu untuk menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya.
"Di era digital yang serba modern seperti sekarang ini biasanya kita kalau dapat info atau berita, yang bergerak itu memang tangan dulu, jari dulu. Jadi kadang langsung emosi, share, komentar atau balas tanpa dipikir terlebih dahulu dampaknya yang akan terjadi," ujar Arifah Fauzi di Bogor, Selasa (11/10/2022).
Dirinya melanjutkan, selain teliti dan berhati-hati, masyarakat juga perlu memahami dampak dan akibat yang timbul jika netizen secara tidak bertanggung jawab asal menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenaran dan dasarnya.
"Sebagai penerima informasi atau berita seharusnya dikroscek terlebih dahulu, apalagi ketika kita mau share berita tersebut, maka kita harus berpikir lebih jauh tentang apa dampaknya untuk kita. Kalau kita tidak tahu secara detail tentang informasi itu lebih baik tidak menshare. Kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita share,”" jelas Arifah.
Wanita yang juga aktif sebagai anggota Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom MUI) ini, mengatakan sejatinya tabayyun memiliki makna penting agar umat senantiasa membiasakan diri mengklarifikasi atau mencari informasi yang sejelas-jelasnya dan sedetail-detailnya, Karena hal tersebut telah menjadi sebuah tanggung jawab bagi umat untuk meluruskan atau membagikan informasi tersebut.
"Kenapa tanggung jawabnya besar? Karena menebar suatu informasi yang belum jelas kebenarannya, ibarat menebar bulu, lalu mengumpulkannya kembali, maka tidak akan utuh kembali karena sudah tertiup angin. Ketika sudah tersebar maka tidak akan kembali dan tidak tahu sudah sampai mana bulu (informasi) tersebut," ungkapnya.
Menurutnya, betapa besarnya tanggung jawab seseorang ketika menebar hoaks atau informasi palsu, karena apa yang sudah tersebar tidak bisa ditarik kembali. Hal ini tentunya sangat berbahaya, karena bisa menimbulkan perpecahan. Oleh karenanya si pembuat dan penyebar hoaks harus bisa menanggung akibatnya, tidak hanya di dunia tapi pertanggung jawaban dengan Tuhan karena telah membuat keonaran dan kerusakan di muka bumi.
"Di Alquran dalam surah Al Hujurat ayat 6, dalam Islam anjuran untuk tabayun sendiri sudah sangat jelas, jelas sekali. Karena itu juga, para ulama kita menyarankan untuk berhati-hati ketika menyebarkan informasi dengan kroscek dulu sumbernya benar atau tidak, untuk menjaga dari hal yang tidak kita inginkan, termasuk perpecahan,” jelasnya.
Dalam surat Al-Hujurat, Ayat 6 berbunyi ‘Yaaa ayyuhal laziina aamanuu in jaaa'akum faasqum binaba in fatabaiyanuuu an tusiibuu qawmam bijahalatin fatusbihuu 'alaa maa fa'altum naadimiin’ yang artinya ‘Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.’
Sehingga, dirinya kembali mengingatkan tentang betapa pentingnya membangun kesadaran bersama, membudayakan tabayun agar menjadi norma, etika dan bahkan gaya hidup.