REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Menteri Energi Ukraina Herman Haluschenko mengatakan, sekitar 30 persen infrastruktur energi di negaranya menjadi sasaran serangkaian serangan udara Rusia pada Senin (10/10/2022) lalu. Akibat serangan itu Kiev telah menangguhkan pasokan listriknya ke Eropa.
"Kami mengirim pesan ini kepada mitra kami: kami perlu melindungi langit," kata Hasluschenko saat diwawancara CNN pada Selasa (11/10/2022) malam.
Menurut dia, penargetan infrastruktur energi menandakan Rusia mengabaikan aturan internasional. “Mereka (Rusia) tidak peduli dengan perjanjian atau konvensi internasional apa pun,” ucapnya.
Pada Selasa lalu, Ukraina telah mendesak warganya untuk tidak menggunakan peralatan rumah tangga seperti oven dan mesin cuci guna menghemat listrik. Jutaan warga di sana harus menghadapi pemadaman listrik akibat serangan Rusia.
Akibat serangan Rusia, Ukraina pun telah menangguhkan pasokan listriknya ke Uni Eropa. “Serangan rudal hari ini, yang menghantam pembangkit termal dan gardu listrik, memaksa Ukraina untuk menangguhkan ekspor listrik mulai 11 Oktober 2022 untuk menstabilkan sistem energinya sendiri,” kata Kementerian Energi Ukraina dalam sebuah pernyataan, Senin lalu.
Menteri Energi Ukraina Herman Halushchenko mengatakan, serangan terbaru Rusia yang menargetkan fasilitas energi di negaranya merupakan yang terbesar selama peperangan berlangsung. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah mengutuk serangan tersebut.
“Sekretaris Jenderal sangat terkejut dengan serangan rudal skala besar hari ini oleh angkatan bersenjata Federasi Rusia di kota-kota di seluruh Ukraina yang dilaporkan mengakibatkan kerusakan luas di wilayah sipil serta menyebabkan puluhan orang tewas dan terluka," kata juru bicara Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Dujarric, mewakili Guterres mengungkapkan, serangan Rusia tersebut merupakan eskalasi perang yang tak dapat diterima. “Dan seperti biasa, warga sipil membayar harga tertinggi,” ucapnya.