Kamis 13 Oct 2022 00:07 WIB

Heli AW 101 Dibeli Juga Meski Jokowi Pernah Minta Rencana Pembelian Dibatalkan

Pada Rabu, digelar sidang perdana kasus korupsi pengadaan heli AW-101 untuk TNI AU.

Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Jaksa penuntut umum mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kenway telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengaturan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101 serta menyerahkan barang hasil pengadaan berupa helikopter angkut AW-101 yang tidak sesuai spesifikasi sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapao Rp 738 miliar.  Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Jaksa penuntut umum mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kenway telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengaturan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101 serta menyerahkan barang hasil pengadaan berupa helikopter angkut AW-101 yang tidak sesuai spesifikasi sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapao Rp 738 miliar. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika

Kasus pengadaan helikopter angkut AW-101 untuk TNI AU menyita perhatian masyarakat belakangan ini. Terungkap bahwa proses pengadaan helikopter itu disertai upaya rekayasa yang diduga melibatkan oknum TNI AU dan pihak swasta. 

Baca Juga

Hal tersebut tercantum dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) terhadap Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway. Pada Rabu (11/10/2022), Irfan duduk sebagai terdakwa tunggal dalam perkara itu. 

Dalam surat dakwaan, kasus ini bermula dari TNI AU yang mendapat tambahan anggaran Rp 1,5 triliun di mana salah satu peruntukkannya bagi pengadaan helikopter VIP/VVIP Presiden senilai Rp 742 miliar pada 2015. Irfan sempat beberapa kali memaparkan produk AgustaWestland (AW) di hadapan petinggi TNI AU. Sehingga Irfan diminta Alm Mohammad Syafei selaku Asrena KSAU TNI membuat proposal harga dari helikopter angkut AW-101. 

Namun, Irfan menyarankan pihak TNI AU membuat surat ke perusahaan AW. Belakangan, Head Of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division Agusta Westland Products, Lorenzo Pariani dan Irfan memberikan proposal itu kepada Syafei. 

Syafei menanyakan AW untuk bisa menghadirkan helikopter VIP/VVIP AW 101 untuk diterbangkan pada 9 April 2016 saat HUT TNI AU. Atas permintaan tersebut, Irfan menghubungi Lorenzo agar bisa menyanggupinya. 

"Lorenzo menyatakan akan mengusahakan karena sebenarnya telah tersedia helikopter  AW 101...dengan konfigurasi VVIP pesanan angkatan udara India," kata JPU KPK Arief Suhermanto ketika membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (12/10/2022).

Pada 14 Oktober 2015, Irfan langsung memesan satu unit heli AW-101 setelah mengetahui TNI AU membutuhkannya untuk ditampilkan pada HUT TNI AU ke-70. Padahal jenis heli yang dipesan merupakan sesuai konfigurasi VVIP pesanan Angkatan Udara India. Bahkan. Irfan sudah membayar uang tanda jadi senilai Rp 13 miliar kepada AW. 

"Padahal saat itu belum ada pengadaan helikopter VVIP di lingkungan TNI AU," ujar Arief. 

Bukannya untung, Irfan nyaris saja buntung. Sebab Presiden mengarahkan agar kebutuhan heli AW-101 dihitung ulang. Akibatnya, anggaran terkait pengadaan helikopter VIP/VVIP RI-1 diblokir. Atas dasar itu dana pembelian helikopter Rp742 miliar tak bisa dicairkan. 

Namun, mantan KSAU Agus Supriatna melalui Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU TNI (2015-Februari 2017), Supriyanto Basuki yang menggantikan Syafei mengirim surat kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan). Isinya perubahan kegiatan pengadaan dari helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter angkut berat. Hal ini disebut upaya agar Irfan tetap menjadi penyedia barang helikopter buatan AW. 

"Padahal saat itu anggaran pengadaan helikopter telah diblokir dan sudah ada arahan Presiden agar TNI tidak membeli dahulu helikopter karena ekonomi sedang tidak normal," ucap Arief. 

Selanjutnya, spesifikasi teknis helikopter AW-101 yang memang ditujukan untuk VVIP justru diubah spesifikasinya menjadi helikopter angkut yang akan diadakan oleh TNI AU. Padahal spesifikasi teknis helikopter angkut AW-101 seri 500 dengan konfigurasi misi angkut berbeda dari spesifikasi teknis helikopter AW-101 seri 600 dengan konfigurasi VVIP. 

"Sebenarnya spesifikasi teknis helikopter angkut tersebut tetap menggunakan spesifikasi teknis helikopter VVIP yang telah dibayar uang tanda jadi oleh terdakwa kepada perusahaan AW dengan hanya menambahkan item cargo door on the starboard side," ungkap Arief. 

Diketahui, Irfan didakwa melakukan kejahatannya bersama sejumlah pihak, termasuk dari unsur TNI. Irfan didakwa salah satunya memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp 17,7 miliar. Dana itu disebut sebagai dana komando. 

Selain Agus Supriatna, Irfan didakwa melakukan aksi kejahatannya bersama Lorenzo Pariani; Direktur Lejardo, Bennyanto Sutjiadji; Kadis pengadaan AU (2015-Juni 2016), Heribertus Hendi Haryoko; Kadis pengadaan AU, (Juni 2016- Februari 2017) Fachri Adami.

Berikutnya Asisten Perencanaan dan Anggaran KASAU TNI (2015-Februari 2017), Supriyanto Basuki; Kepala Pemegang Kas Mabes TNI AU (2015-Februari 2017), Wisnu Wicaksono.  Perusahaan yang disebut di atas disebut turut menikmati buah korupsi Irfan.

Irfan didakwa memperkaya Agusta Westald senilai Rp 381 miliar dan perusahaan Lejardo senilai Rp 146 miliar. Sedangkan Irfan pun tak luput dari memperkaya. 

"Memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183 miliar," sebut Arief. 

Akibat kejahatan tersebut, negara disebut mengalami kerugian yang luar biasa. Penghitungan kerugian negara sudah dilakukan oleh ahli dari unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK. 

"Merugikan keuangan negara sebesar Rp 738 miliar," ucap Arief. 

Akibat perbuatan tersebut, Irfan didakwa Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

In Picture: Sidang Dakwaan John Irfan Kenway, Terdakwa Kasus Korupsi Helikopter AW-101

photo
Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Jaksa penuntut umum mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kenway telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengaturan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101 serta menyerahkan barang hasil pengadaan berupa helikopter angkut AW-101 yang tidak sesuai spesifikasi sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapao Rp 738 miliar. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement