REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Lebanon mencatat kematian pertamanya akibat kolera pada Rabu (12/10/2022). Lebanon telah mencatat 26 kasus kolera bulan ini, di tengah sanitasi yang buruk dan infrastruktur yang hancur setelah tiga tahun krisis ekonomi.
“Poin umum antara kasus-kasus ini adalah bahwa mayoritas pasien adalah pengungsi Suriah. Tidak adanya layanan dasar, seperti air bersih dan jaringan pembuangan kotoran, di tempat-tempat berkumpulnya para pengungsi, merupakan lahan subur bagi penyebaran epidemi di Lebanon," kata Menteri Kesehatan Firas Abiad, dilansir Al Arabiya, Kamis (13/10/2022).
Lebanon menampung lebih dari satu juta pengungsi dari perang saudara Suriah, yang pecah pada 2011. Sebagian besar pengungsi hidup dalam kemiskinan, dan kondisi kehidupan mereka memburuk karena kesengsaraan ekonomi Lebanon.
Kolera umumnya tertular dari makanan atau air yang terkontaminasi, serta menyebabkan diare dan muntah. Penyakit ini dapat menyebar di daerah pemukiman yang tidak memiliki jaringan pembuangan air limbah atau air minum utama.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kolera dapat membunuh dalam beberapa jam jika tidak diobati. Tetapi banyak dari mereka yang terinfeksi tidak memiliki gejala atau gejala ringan.
"Kolera dapat dengan mudah diobati dengan larutan rehidrasi oral, tetapi kasus yang lebih parah mungkin memerlukan cairan infus dan antibiotik," kata WHO.
Suriah telah mencatat 41 kematian akibat kolera dan lebih dari 700 kasus. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan wabah itu berkembang secara mengkhawatirkan. Di seluruh dunia, penyakit ini mempengaruhi antara 1,3 juta dan empat juta orang setiap tahun, membunuh antara 21.000 hingga 143.000 orang.