Kamis 13 Oct 2022 11:44 WIB

Arab Saudi Masih Upayakan Gencatan Senjata di Yaman Diperpanjang

Gencatan senjata yang berlangsung selama enam bulan di Yaman berakhir 2 Oktober 2022

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Pasukan Houthi. Gencatan senjata yang berlangsung selama enam bulan di Yaman berakhir 2 Oktober 2022. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Hani Mohammed
Pasukan Houthi. Gencatan senjata yang berlangsung selama enam bulan di Yaman berakhir 2 Oktober 2022. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan upaya untuk memperpanjang gencatan senjata di Yaman masih dilakukan. Gencatan senjata yang telah berlangsung selama enam bulan di negara tersebut telah berakhir pada 2 Oktober lalu.

“Kerajaan (Arab Saudi), Koalisi (Arab), dan pemerintah Yaman semuanya tertarik untuk memperpanjang gencatan senjata,” kata Pangeran Faisal dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya, Rabu (12/10/2022).

Baca Juga

Namun dia mengatakan milisi Houthi Yaman menolak inisiatif tersebut. “Houthi terus mengusulkan syarat-syarat baru. Ini bukan cara untuk bernegosiasi. Mereka harus menempatkan kepentingan Yaman dan rakyatnya di atas kepentingan sempit mereka,” ucap Pangeran Faisal.

Utusan Khusus PBB untuk Yaman Hans Grundberg mengungkapkan, upaya memperpanjang dan memperluas gencatan senjata di Yaman untuk enam bulan ke depan tidak berhasil sebelum batas waktu pada 2 Oktober lalu. "Utusan Khusus PBB menyesalkan bahwa kesepakatan belum tercapai hari ini, karena gencatan senjata yang diperpanjang dan diperluas akan memberikan manfaat penting tambahan bagi penduduk," katanya dalam sebuah pernyataan 2 Oktober lalu.

Kendati gagal menyegel sebuah kesepakatan, Grundberg tetap menyerukan agar negosiasi antara para pihak dilanjutkan. "Saya mendesak (pihak-pihak yang bertikai) untuk memenuhi kewajiban mereka kepada rakyat Yaman untuk mengejar setiap jalan perdamaian," ujarnya.

Kesepakatan gencatan senjata di Yaman pertama kali tercapai pada April lalu. Kala itu, gencatan senjata hanya berlaku untuk dua bulan. Namun kesepakatan terkait hal tersebut berhasil diperbarui sebanyak dua kali.

Konflik di Yaman telah berlangsung selama tujuh tahun. Krisis di sana memburuk sejak koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan operasi militer untuk mendukung pasukan pemerintah melawan kelompok pemberontak Houthi pada 2015. Houthi menguasai beberapa provinsi, termasuk ibu kota, Sanaa.

Saudi memang memiliki kekhawatiran terhadap Houthi. Riyadh memandang kelompok tersebut sebagai ancaman terhadap keamanannya. Selama ini Houthi dilaporkan memperoleh dukungan dari Iran. 

Menurut PBB, konflik Yaman telah merenggut 223 ribu nyawa. Dari 30 juta penduduknya, 80 persen di antaranya kini bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup. PBB telah menyatakan bahwa krisis Yaman merupakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement