REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kembali mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana. RUU tersebut disebutnya sebagai bagian dari reformasi hukum di Indonesia.
"Kita udah masukkan melalui Pak Menkumham di dalam Prolegnas dan teman-teman PDIP yang sudah saya sounding juga sudah oke untuk ini, nah mohon ini kalau bisa dipercepat," ujar Mahfud dalam diskusi yang digelar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Kamis (13/10/2022).
RUU Perampasan Aset, jelas Mahfud, akan menjadi payung hukum yang disebut akan memberi efek jera kepada para koruptor. Di dalamnya akan mengatur penyitaan aset milik pelaku kasus korupsi yang dicurigai masuk ke dakwaan. Pasalnya, ia mengatakan bahwa para koruptor lebih takut dimiskinkan, ketimbang dipidana.
"Agar orang tidak berani korupsi juga, karena kalau korupsi lalu menjadi tersangka apalagi terdakwa, nanti sebelum putusan sita dulu nih dugaan-dugaan korupsinya. Orang takut melakukan itu karena orang korupsi itu pada dasarnya takut miskin sebenarnya," ujar Mahfud.
Di samping itu, ia juga mendorong RUU tentang Jabatan Hakim sebagai bagian dari reformasi hukum. RUU tersebut disebutnya sudah diwacanakan sejak dirinya masih menjadi pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya.
"Dulu sudah dibahas, sudah ada pansusnya, sudah ada, sekarang hilang. Padahal ini nantinya yang akan memberi wewenang kepada DPR, masyarakat, pemerintah bagaimana agar hakim itu tidak menyimpang," ujar Mahfud.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mendukung hadirnya RUU Perampasan Aset yang berulang kali didorong pemerintah. Namun, ia meminta pemerintah benar-benar mengkaji materi muatan di dalamnya secara komprehensif.
"Sekali lagi mesti ditata, jangan sampai nanti setelah UU-nya ada menimbulkan masalah hukum baru dan tidak efektif. Jadi, Menkopolhukam juga perlu menata secara keseluruhan," ujar Arsul dalam sebuah diskusi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (20/9/2022).
RUU Perampasan Aset jangan hanya menjadi payung hukum untuk menutupi kelemahan undang-undang lain. Perlu adanya keselarasan antara satu undang-undang dengan undang-undang lain. "Harus dengan memikirkan keselarasan, keserasian dalam keseluruhan politik hukum pemidanaan nasional," ujar Arsul.