REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI -- Pengamat mengatakan, inflasi India yang dipicu harga konsumen diprediksi akan mulai melandai secara bertahap setelah bulan September didorong jatuhnya harga komoditas dan meredanya inflasi pangan.
Data yang dirilis Rabu (12/10/2022) menunjukkan kecepatan inflasi ritel tahunan India pada September lalu tertinggi dalam lima bulan sebelumnya, dari tujuh persen pada Agustus menjadi 7,41 persen.
Inflasi pangan yang hampir mencapai 40 persen rata-rata CPI (indeks harga konsumen) naik 8,60 persen pada September. Jauh lebih tinggi dari Agustus yang 7,62 persen.
"September harusnya menandai puncak inflasi," kata ekonom senior Capital Economics, Shilan Shah, dalam keterangannya.
"Pemulihan lambat di musim ini didorong prospek produksi pertanian, yang harusnya membatasi harga, efek dasarnya akan menyeret inflasi energi semakin jatuh," tambahnya.
Dengan kemungkinan inflasi pangan dan energi akan jatuh dan pertumbuhan menurun. Shah memprediksi Bank Sentral India (RBI) hanya akan menaikan sedikit suku bunga.
Dana Moneter Internasional, Bank Dunia dan sejumlah ekonom sudah memangkas prediksi pertumbuhan India mereka pada tahun fiskal ini.
Namun, dengan meredanya harga komoditas global, inflasi India akan mulai moderat. Lembaga finansial Morgan Stanley memprediksi mungkin "akan sedikit dibawah" enam persen pada bulan Februari atau Maret.
RBI ingin menjaga inflasi antara 2 sampai 6 persen. Lembaga finansial lainnya Credit Suisse mengatakan rata-rata inflasi bulan Oktober ini akan di bawah 1 persen karena basis yang lebih tinggi terutama pada harga pangan.
"Denyut tambahan pada pokok juga tampak lemah, terutama dengan jatuhnya harga komoditas global," kata peneliti Credit Suisse Neelkanth Mishra dalam keterangannya.