Atasi Inflasi, Purbalingga Pastikan Harus Ada Gerakan Tanam Cabai di Masyarakat
Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Cabe dan bawang diperkirakan meningkat karena curah hujan tinggi dan musim panen berakhir. (ilustrasi). | Foto: ANTARA/Fauzan
REPUBLIKA.CO.ID,PURBALINGGA -- Menyikapi dampak penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM), Pemkab Purbalingga berupaya memonitor perkembangan inflasi dan perumusan kebijakan pengendalian inflasi.
Upaya ini dilakukan melalui High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, kepala OPD terkait dan stakeholder, di gedung OR Graha Adiguna, Kamis (13/10/22).
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Purbalingga, Johan Arifin mengungkapkan, perkembangan harga komoditas di Pasar Segamas, Bobotsari dan Bukateja pasca penyesuaian harga BBM.
"Komoditas yang mengalami kenaikan tiga minggu terakhir yakni berbagai jenis cabe, kacang tanah dan kacang hijau. Harga beras relatif stabil, harga minyak curah agak ada kenaikan dari Rp 11.700 sekarang Rp 12.150," kata Johan, Kamis (13/10/22).
Seperti yang diketahui, angka inflasi Kabupaten Purbalingga masih mengacu angka inflasi di Kabupaten Banyumas, yakni 7,20 persen year on year pada September 2022 ini. Artinya lebih tinggi dari nasional (5,95 persen) dan Jawa Tengah (6,40 persen).
Kepala Perwakilan BI Purwokerto, Rony Hartawan menyebutkan, secara historis 2020 - 2021 ada beberapa komoditas sering jadi penyumbang inflasi pada bulan Oktober - Desember yang harus diwaspadai di 2022 ini. Di antaranya cabe, bawang, telur, daging ayam ras, bensin, tarif angkutan dan beras.
"Cabe dan bawang diperkirakan meningkat karena curah hujan tinggi dan musim panen berakhir. Telur dan daging ayam ras bisa meningkat karena jelang momen natal dan tahun baru. Beras bisa karena musim tanam gadu, kenaikan pupuk, BBM dan HPP gabah," kata Roni.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengungkapkan, Kabupaten Purbalingga harus punya data inflasi sendiri, sehingga tidak lagi mengacu data Banyumas maupun Cilacap. Sebab, kedua kabupaten tersebut memiliki wilayah yang lebih luas dan penduduk lebih banyak dibanding Purbalingga.
"Jadi kalau dibandingkan tidak apple to apple (tidak sesuai-red)," imbuhnya.
Ia meminta agar Bappelitbangda bisa kerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Purbalingga untuk menghitung inflasi Purbalingga. Dengan data inflasi diketahui maka bisa ditentukan arah kebijakan yang tepat untuk mengendalikan.
Terkait komoditas pasar yang naik, akhir-akhir ini terutama Cabe, Bupati meminta agar TPID ada intervensi lebih. Menurutnya, bantuan bibit cabe yang diberikan Dinpertan kepada masyarakat selama ini belum cukup mengatasi inflasi.
"Oleh karenanya ini harus disengkuyung oleh temen-temen yang ada di desa. Kebetulan penggunaan Dana Desa (DD) sudah jelas 20 persen untuk ketahanan pangan, Dana Desa pun bisa digunakan untuk pengendalian inflasi, jangan sampai penggunaannya tidak jelas," katanya.
Oleh karena itu, dana ketahanan pangan tersebut bisa disinergikan dengan program kabupaten Macan Manis (Mama Cantik Menanam Cengis/cabe rawit), yaitu memberdayakan masyarakat untuk menanam cabe di pekarangan rumah.
"Nanti ibu Ketua TP PKK bisa menginstruksikan dari PKK Kabupaten, kecamatan hingga desa menjadi suatu gerakan menanam cabe di pekarangan dengan dukungan anggaran DD, nah ini bisa jadi suatu intervensi," kata Bupati.