REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Banyaknya kasus kekerasan fisik dan kekerasan/pelecehan seksual di lembaga pendidikan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung mulai melakukan penerangan dan penyuluhan hukum di berbagai lembaga kependidikan. Sejumlah jaksa masuk Pondok Pesantren (Ponpes) Madarijul 'Ulum Kota Bandar Lampung, Rabu (12/10/2022).
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Lampung, I Made Agus Putra, mengatakan tema kegiatan tersebut “Jaksa Masuk Pesantren dalam Rangka Kenali Hukum Jauhi Hukuman terhadap Perlindungan Anak dari Kekerasan, Penelantaran, dan Eksploitasi”.
Melalui kegiatan ini, Kejati Lampung mengajak sivitas akademika program studi sarjana agama dan santri Ponpes Madariul 'Ulum menyelenggarakan pendidikan sesuai standar kurikulum yang ditetapkan Pendidikan Tinggi dan Kementerian Agama.
"Agar paradigma lama dimana unsur kekerasan atau pengaruh kepemimpinan seperti pada kebiasaan pondok pesantren pada umumnya yang masih menggunakan kekerasan untuk mendisiplinkan proses belajar mengajarnya dihilangkan," kata I Made Agus Putra dalam keterangan persnya, Kamis (13/10/2022).
Dia menyebutkan salah satu contoh yaitu persoalan terkait dengan kekerasan seksual (sexual abuse) yang terjadi pada beberapa ponpes di Provinsi Lampung, kasus asusila sesama jenis kepada murid oleh oknum guru ponpes di Mesuji, Lampung, kasus pengasuh ponpes di Hajimena Natar, Lampung Selatan, diduga melakukan pelecehan seksual kepada belasan santri hingga mendapat perhatian khusus dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus oknum guru ponpes di Pringsewu yang terancam 15 tahun penjara dan sebagainya dengan berbagai modus dan tipu daya oknum pelaku kekerasan seksual tersebut melancarkan aksinya.
I Made Agus Putra mengatakan, selain pembahasan tentang undang undang terkait dengan perlindungan anak, Kejati Lampung juga memberikan penyuluhan sehubungan dengan sanksi hukum terhadap pelaku termasuk tindakan tegas yang diambil dalam rangka meminimalisir kejadian tersebut.
Program jaksa masuk pesantren ini dalam rangka penerangan hukum di kalangan santri untuk mengangkat kembali citra santri yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi sehingga paradigma buruk yang terjadi di ponpes saat ini dapat dihindari.
Kejati Lampung menyebutkan riset data dari Komnas Perempuan, (kejadian di) ponpes menempati posisi kedua setelah (kasus di) kampus dalam kasus kekerasan seksual dalam periode 2015–2020.
Hal ini menjadi perhatian khusus Program Jaksa Masuk Pesantren Kejati Lampung yang berupaya untuk menghindari kejadian yang berulang.
Melalui metode dialog interaktif, santri dan dosen mendapatkan bimbingan dan mengerti persoalan sekitar permasalahan hukum, adanya hubungan kerjasama dari pihak penyelenggara khususnya pendidikan pesantren bekerjasama dengan aparat penegak hukum Kejati Lampung untuk memperkenalkan tentang hukum, sanksi, dan sistem peradilan terhadap anak di bawah umur maupun di kalangan santri.