REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Hageng Suryo Nugroho mengatakan, pemerintah terus berupaya mencari peluang untuk meningkatkan produksi lifting minyak dan gas bumi. Sehingga capaian target 1 juta barel minyak per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 bisa terwujud.
Kebutuhan peningkatan produksi migas menjadi prioritas karena kondisi geopolitik global yang sangat dinamis. Salah satunya perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan ancaman krisis energi, pangan, dan ekonomi.
“Presiden telah memberikan arahan terkait capaian ini. Sehingga target 1 juta barel harus kita dukung bersama,” kata Hageng, dikutip dari siaran pers KSP pada Jumat (14/10).
Sebagai informasi, produksi lifting minyak dan gas bumi pada kuartal III 2022 masih di bawah target. Yakni, 1,56 juta barel minyak per hari (BOPD) atau 90,1 persen dari target ABPN 2022 sebesar 1,73 juta BOPD.
Kurang maksimalnya capaian realisasi lifting tersebut secara konsisten terjadi mulai dari kuartal I tahun 2022. Hingga kuartal III, lifting minyak sebesar 610.100 BOPD atau 86,8 persen dari target APBN sebesar 703.000 BOPD dan untuk lifting gas 5.321 MMscfd atau 92,3 persen dari target APBN 5.800 MMscfd.
Hageng menjelaskan, rendahnya realisasi lifting migas Indonesia dipengaruhi oleh kondisi lapangan minyak dan fasilitas produksi yang sudah tua. Seharusnya, lanjut dia, sudah ada lapangan-lapangan minyak baru yang dibuka untuk meningkatkan capaian produksi. Namun karena membutuhkan investasi yang sangat besar, maka yang bisa dilakukan hanya memaksimalkan lapangan yang masih ekonomis untuk diproduksi.
“Langkah yang sudah dilakukan adalah penambahan pengeboran sumur secara masif di sekitar lapangan yang sudah ada, serta melakukan kegiatan work over dan well services seperti yang dilakukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS),” jelas Hageng.
Tenaga Ahli Bidang Energi ini menambahkan, pemerintah saat ini tengah menjajaki metode pengeboran sumur dalam mencapai 3.000 feet untuk mencari cadangan minyak yang lebih besar. Metode yang disebut unconventional drilling itu membutuhkan teknologi yang presisi sehingga membutuhkan biaya tiga kali lipat lebih tinggi.
“Tujuannya untuk mendapatkan sumber cadangan yang masif,” ungkapnya.
Secara paralel, pemerintah juga melakukan percepatan investasi baru di sektor migas. Salah satunya investasi Blok Masela di Tanimbar, Maluku. Kontrak proyek Kilang Gas Alam Cair (LNG) tersebut sudah ditandatangani sejak 2019 dan saat ini dalam proses pembebasan tanah.
“Bapak Moeldoko beberapa waktu lalu dalam rakor, sudah minta agar persoalan pembebasan tanah tetap memperhatikan keadilan masyarakat,” ujar dia.
Hageng juga mengapresiasi KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang sudah berhasil mempertahankan laju produksi hingga kuartal III 2022 dan berkontribusi terhadap produksi minyak nasional. Ia mengakui, untuk meningkatkan laju produksi dibutuhkan investasi yang besar dan insentif tambahan dari pemerintah.
“Kebijakan insentif khusus migas ini akan terus kita (Kantor Staf Presiden) kawal, sehingga capaian 1 juta barel dan gas 12 miliar kaki kubik per hari bisa tercapai demi ketahanan energi nasional,” kata Hageng.