REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tantangan ekonomi global membutuhkan kepemimpinan kuat dan aksi bersama dari negara-negara G20 untuk mengurangi risiko. Menurut dia, kondisi dunia yang menghadapi risiko seperti inflasi tinggi, perlambatan pertumbuhan, ketidakamanan sektor energi dan pangan, perubahan iklim serta konflik geopolitik juga membutuhkan bauran kebijakan yang memadai.
"Tantangan global membutuhkan aksi G20 untuk melindungi masyarakat lemah sekaligus membawa kondisi dunia kembali kuat, seimbang, berkelanjutan dan pertumbuhan inklusif," kata Sri Mulyani saat menyampaikan hasil Pertemuan ke-4 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Washington DC, AS, Kamis (13/10/2022) waktu setempat.
"Tantangan global juga membutuhkan kerja sama dan sinkronisasi bauran kebijakan makro maupun fiskal serta instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah bersama dan mendukung pemulihan ekonomi secara efektif," katanya.
Ia juga memastikan berbagai respons kebijakan yang diluncurkan juga harus dipaparkan secara spesifik, jelas, terkoordinasi dan dikomunikasikan dengan baik agar pesan dapat tersampaikan.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan Presidensi G20 Indonesia mampu menjaga kredibilitas forum meski terdapat berbagai tantangan seiring dengan situasi ekonomi yang memburuk dan berpotensi resesi pada 2023.
"Meski menghadapi tantangan, Presidensi Indonesia mampu mempertahankan keutuhan G20 sebagai forum global untuk merumuskan kebijakan ekonomi dan finansial," katanya.
Pertemuan ke-4 FMCBG ini merupakan yang terakhir pada Presidensi G20 Indonesia pada 2022. Setelah itu, India mendapatkan kepercayaan untuk memegang keketuaan G20 selanjutnya pada 2023.
Sebelumnya, pertemuan pertama FMCBG pada Presidensi G20 Indonesia berlangsung pada Februari 2022 di Jakarta. Pertemuan kedua dilakukan pada April 2022 di Washington DC, AS, dan pertemuan ketiga pada Juli 2022 di Nusa Dua, Bali.