REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo merespons kecemasan orang asli Papua (OAP) yang merasa akan terpinggirkan ketika warga pendatang masuk dalam jumlah masif ke tiga provinsi baru di Papua. Wempi menyebut, pihaknya tidak bisa menghambat orang datang ke daerah otonomi baru (DOB) itu.
"Sekarang konsekuensi DOB, sepanjang masih wilayah kesatuan NKRI, kita tidak akan bisa melarang orang bepergian," kata Wempi kepada wartawan di kantor KPU, Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Menurut Wempi, yang terpenting sekarang adalah meningkatkan kemampuan OAP hingga bisa menyamai kemampuan warga pendatang dari berbagai penjuru Indonesia. Dengan begitu, OAP bisa bersaing dengan warga pendatang untuk mendapatkan pekerjaan maupun berwirausaha.
"Harapannya seperti itu (OAP bisa bersaing dengan pendatang). Berarti kan ini berlomba bersaing untuk yang lebih baik," kata Wempi yang juga OAP itu.
Wempi menegaskan, pemekaran Provinsi Papua ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan OAP dengan memberikan mereka kesempatan untuk ikut serta dalam ranah politik, ekonomi, dan lainnya. Sebab, selama ini banyak OAP tidak mendapatkan kesempatan itu karena pembangunan terpusat di Jayapura, ibu kota Provinsi Papua.
"Sekarang tergantung pemimpin yang akan lahir (di tiga provinsi baru itu). Pemimpin yang memiliki visi yang baik bisa mengangkat derajat martabat orang Papua setinggi-tingginya, sehingga dia bisa sama dengan warga lain di luar Papua," ujar Wempi.
Wempi juga menyampaikan bahwa pihaknya menargetkan peresmian tiga provinsi baru itu (Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan) pada akhir Oktober 2022 ini, atau paling lambat pada November 2022. Kecemasan OAP bakal terpinggirkan oleh pendatang mulai menyeruak dalam sejumlah demonstrasi menolak pemekaran Provinsi Papua di beberapa titik pada bulan-bulan lalu. Mereka menentang keras pendirian Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan.
Jelang peresmian tiga provinsi baru tersebut, ternyata kecemasan itu masih ada di tengah-tengah OAP. Salah seorang warga Kabupaten Merauke (masuk Papua Selatan) bernama Beatrix Gebze mengaku masih merasakan kecemasan itu.
Beatrix mengaku cemas pendirian Provinsi Papua Selatan ini dan masifnya pembangunan setelah peresmiannya bakal turut diiringi dengan masuknya warga pendatang dari berbagai penjuru Indonesia. "Belum pemekaran saja sudah banyak orang luar yang datang. Apalagi setelah pemekaran, pasti (semakin banyak) karena butuh tenaga kerja cukup banyak," kata Beti, sapaan akrab Beatrix Gebze, ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Kamis (13/10/2022).
Dia meyakini, OAP bakal kalah saing dengan para pendatang itu dalam berbagai sektor ekonomi. Pasalnya, kemampuan OAP masih terbatas.
"Kemampuan orang Papua itu masih minim. Skill-nya terbatas. Orang Papua juga belum bisa mengolah potensi alam menjadi bernilai tinggi secara ekonomi karena masih dikelola secara tradisional," ujarnya.
Beti melanjutkan, OAP akan kalah saing oleh pendatang bukan hanya dalam hal kesempatan kerja, tapi juga dalam hal berusaha. Dugaannya ini berkaca dari kondisi di Merauke, di mana "perputaran ekonomi selama ini dikuasai oleh teman-teman nusantara".
Beti pun berharap Pemerintah Daerah Provinsi Papua Selatan dan Pemerintah Pusat untuk membatasi jumlah warga pendatang yang hendak masuk nantinya. "Harapan saya mungkin proteksi kehadiran non-OAP dari luar Papua untuk mengisi wilayah pemekaran," kata perempuan yang menjabat sebagai Ketua Perkumpulan Lembaga Advokasi Peduli Perempuan Merauke itu.