REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menolak menandatangani perjanjian penuntasan pencabutan Pergub No 207 Tahun 2016 tentang penggusuran yang dicanangkan era Gubernur Ahok. Menurut Anies, pemaksaan penandatangan tersebut tidak menghargai hak politiknya.
“Sekali Anda memaksakan menandatangani sesuatu, Anda tidak lagi menghargai hak politik orang itu,” kata Anies saat menerima perwakilan Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (KOPAJA) yang berdemonstrasi di Balai Kota DKI, Jumat (14/10/2022).
Dalam demonstrasi itu, Pengacara LBH Jakarta dan juga anggota Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (Kopaja) Jeanny mendesak Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, menandatangani perjanjian penuntasan janji khususnya tentang pencabutan Pergub No 207 Tahun 2016 tentang penggusuran yang dicanangkan era Gubernur Ahok. Anies menyebut jika proses pencabutan itu masih dalam pememrosesan di Kemendagri.
Anies mengungkapkan jika para demonstran menginginkan demokrasi, seharusnya bisa menerima hak semua orang dan pribadi masing-masing soal penolakan. Oleh karena itu, dia menegaskan tidak akan menandatangani surat yang dibawa para demonstran. Dia meminta, agar para demonstran bisa menghormati hal tersebut.
“Ketika seseorang menandatangani sesuatu itu tidak dibaca lima menit, ada prosesnya, dipelajari. Intinya saya tidak akan menandatanganinya sebagai gubernur,” tutur dia.
Menanggapi hal tersebut, Jeanny, mengkonfirmasi jika pengambilan hak individu memang tidak bisa dilakukan. Namun demikian, apa yang dilakukan pihaknya hanya menagih janji untuk dituntaskan oleh pemimpin yang dipilih rakyat.
“Mengambil hak individu memang tidak boleh, tapi tanggung jawab dari pemimpin itu kewajiban,” kata Jeanny.
Dia juga meminta Anies untuk mentransisi pekerjaan rumah yang tidak diselesaikannya ke penjabat gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Namun, Anies kembali menolak permintaan itu.
“Bapak selesai (gubernur) tanggal 17, kami mau bapak menandatangani surat perjanjian bahwa permasalahan DKI diselesaikan,” kata Jeanny.