REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung
Sungguh, cerita dan gubahan syair tentang keagungan Nabi Muhammad SAW tidak pernah henti dituliskan dari zaman ke zaman.Andai lautan dijadikan tinta dan ranting pepohonan dijadikan pena, niscaya belum cukup untuk mengurainya. Sebab, beliau bagai Alquran berjalan, seluruh kandungannya tampak pada sikap dan perilakunya. Sayyidah Aisyah RA pernah menuturkan, Akhlak Beliau adalah Alquran. (HR Ahmad).
Kepribadiannya yang mulia bukan hanya personifikasi dari ayat-ayat qauliyah (Alquran), tetapi juga ayat-ayat kauniyah (alam semesta). Beliau laksana samudera yang tidak akan sanggup diselami. Bukan hanya manusia yang mengagumi, tetapi juga Sang Khalik, Allah SWT. Sesungguh- nya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS al-Qalam [68]: 4). Itu pula yang menjadi risalah kenabiannya di muka bumi yakni menyempurnakan akhlak manusia (HR Bukhari).
Walaupun perjalanan hidupnya (sirah nabawiyah) sudah banyak ditulis, belum juga cukup mengobati kerinduan. Setiap buku yang berkaitan dengannya, selalu menyemburkan tetesan air bening yang menyejukkan perasaan. Imam at-Tirmidzi menulis kitab asy-Syamail al-Muhammadiyahyang diterjemahkan menjadi Mengenal Pribadi Agung Nabi Muhammad SAWsedemikian digemari.Ratusan hadis dan atsar sahabat menggambarkan sosok Nabi SAW secara utuh. Hatta, terbayanglah perawakan, pakaian dan penampilan, perhiasan, baju perang, gaya berjalan, duduk, cara makan dan minum, bertutur kata, bercanda, tidur, ibadah, dan akhlak sampai wafatnya.
Imam at-Tirmidzi menukil riwayat dari Hasan bin Ali Bin Abi Thalib yang menceritakan adiknya Husein berkata, Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang perilaku Rasulullah SAW kepada sahabat-sahabatnya. Ayahku berkata, `Rasulullah SAW adalah orang yang bermuka manis, lembut budi pekertinya, tawadhu, tidak bengis, tidak berkata kasar, tidak bersuara keras, tidak berlaku keji, tidak suka mencela dan juga tidak kikir. Beliau juga tidak mencela apa yang tidak disenanginya. Tidak membuat orang yang mengharap pertolongan putus asa.Beliau pun tertawa terhadap apa yang mereka tertawakan dan takjub atas apa yang mereka takjubi.... (Hadis 352).
Ketika Rabiul Awal tiba, bulan Nabi SAW dilahirkan, peringatan Maulid Nabi SAW makin semarak di berbagai penjuru dunia. Momentum yang semestinya menguatkan sikap seorang Muslim dalam enam hal. Yakni, pertama, keyakinan akan kerasulan dan kedudukannya sebagai nabi akhir zaman (QS al-Ahzab [33]: 40). Kedua, kesaksian akan keyakinan itu (syahadat) sebagai tanda keislaman (HR Bukha ri). Ketiga, kegemaran menyebut namanya (shalawat) dalam setiap keadaan (QS al-Ahzab [33]: 56). Keempat, kesungguhan meneladan sunahnya (akhlak) dalam kehidupan (QS al-Ahzab [33]: 21). Kelima, kesiapan mendakwahkan ajarannya sesuai kemampuan (HR Bukha ri). Keenam, kepandaian menceritakan pribadinya tanpa kedustaan (HR Ahmad).
Akhirnya, siapa saja yang mendapat pencerahan dari serpihan kehidupannya, ia telah memeroleh percikan-percikan hikmah Maulid Nabi SAW yang penuh keberkahan. Allahu a'lam bissawab.