REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki mendukung proposal Rusia membangun pusat gas sebagai alternatif rute pasokan untuk Eropa. Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya telah mengusulkan agar Turki menjadi basis pasokan gas setelah jaringan pipa Nord Stream di bawah Laut Baltik rusak akibat ledakan bulan lalu.
NTV dan saluran berita lokal lainnya melaporkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah memerintahkan Kementerian Energi untuk bekerja membangun pusat sumber energi menyusul pembicaraan dengan Putin tentang masalah ini. Wakil Perdana Menteri Rusia Aleksandr Novak pun mengakui, sejumlah besar gas alam dapat diekspor ke Eropa melalui Turki.
Novak mengatakan kepada Anadolu Agency, bahwa pipa gas alam South Stream atau proyek yang kemudian dibatalkan dan diubah menjadi TurkStream itu direncanakan menjadi empat jalur dengan kapasitas sekitar 63 miliar meter kubik. "Kapasitas TurkStream adalah 31,5 miliar meter kubik. Salah satu jalurnya adalah untuk ekspor ke negara lain," ujarnya.
Menurut Novak, Ankara dan Moskow memiliki hubungan yang sangat baik di bidang energi. “Jika ada permintaan, potensi kapasitas ekstra ini dapat digunakan untuk mengirimkan gas ke konsumen Eropa melalui Laut Hitam dan Turki,” katanya.
Novak menyatakan, pendirian pusat gas Rusia di Turki Adalah masalah yang dipertimbangkan. Dia menegaskan, jika ada kebutuhan seperti itu dan semua pihak menunjukkan minat, makan proyek semacam itu dapat dievaluasi.
CEO dari perusahaan gas Rusia Gazprom Alexei Miller mengatakan, dengan tidak beroperasinya Nord Stream, Rusia akan memulai pembicaraan konkret dengan Turki minggu depan. Pembahasan yang akan ditekankan mengenai proposal untuk mengarahkan lebih banyak gas ke arah Anarka.
"Para ahli mengatakan untuk memulihkan pekerjaan setelah aksi teroris semacam itu, perlu untuk benar-benar memotong pipa yang sangat besar, pada jarak yang sangat jauh, dan sebenarnya membangun bagian baru di bagian ini," ujar Miller.
Uni Eropa (UE) yang sebelumnya beralih ke Rusia untuk sekitar 40 persen dari kebutuhan gasnya, berusaha untuk melepaskan diri dari energi Rusia setelah invasi ke Ukraina pada Februari. Importir utama UE, seperti Jerman dan Italia telah menemukan sumber alternatif dan membangun stok gas menjelang musim dingin yang kemungkinan akan sulit. Harga energi yang sangat tinggi dan ketakutan akan penjatahan serta pemadaman listrik menjadi penghalang utama.
Baik Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 yang menghubungkan Rusia dan Jerman, rusak bulan lalu dengan memuntahkan sejumlah besar gas. Rusia dan Barat telah menyalahkan kerusakan pada sabotase tetapi belum mengidentifikasi pelakunya. Ledakan ini juga telah meningkatkan kekhawatiran atas keamanan energi di Eropa saat konflik berkecamuk di Ukraina.
Mencari cara untuk mengekang harga energi untuk konsumen dan industri, para pemimpin UE dapat mendukung rencana untuk meluncurkan patokan harga gas baru pada pertemuan minggu depan. Mereka akan bertemu pada 20-21 Oktober, beberapa hari setelah Komisi Eropa mengusulkan langkah-langkah untuk mengatasi krisis energi.
Patokan untuk pengiriman gas alam cair ke Eropa secara historis didasarkan pada harga di hub Title Transfer Facility (TTF) Belanda. Belgia mengatakan, indeks baru diperlukan karena TTF didorong oleh pasokan pipa dan tidak lagi mewakili pasar yang mencakup lebih banyak LNG.
Masih belum jelas apakah para pemimpin UE akan menyetujui intervensi pasar sementara, istilah yang bisa merujuk pada pembatasan harga gas yang terbukti memecah belah. Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo memperingatkan pembatasan sepihak pada harga listrik yang diminta oleh oposisi nasional dapat menyebabkan penjualan listrik di pasar lain dan pemadaman di Belgia, jantung UE.
https://www.aa.com.tr/en/economy/63-bcm-of-russian-gas-could-be-exported-from-turkiye-to-europe-russian-deputy-pm-novak/2711685