Ahad 16 Oct 2022 08:25 WIB

Akankah Indonesia Terpuruk Hadapi Resesi 2023? Ini Penjelasan KSP

Indonesia dinilai memiliki daya tahan ekonomi kuat hadapi resisi 2023

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Nashih Nashrullah
ilustrasi: resesi. Indonesia dinilai memiliki daya tahan ekonomi kuat hadapi resisi 2023
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
ilustrasi: resesi. Indonesia dinilai memiliki daya tahan ekonomi kuat hadapi resisi 2023

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengatakan, perekonomian Indonesia masih berada di level yang relatif baik. Hal ini merujuk pada hasil laporan Dana Moneter Internasional atau Internasional Monetary Fund (IMF) terkait World Economic Outlook untuk 2022 dan 2023. 

Sebagai informasi, IMF menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan sebesar 5,3 persen pada 2022, dan turun menjadi 5,0 persen pada 2023. 

Baca Juga

Angka ini masih lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN secara keseluruhan, yang diproyeksikan berada di angka 4,9 persen pada 2023.

IMF juga mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 juga diproyeksikan lebih baik dibandingkan beberapa Negara G20. Yaitu, Amerika Serikat dengan pertumbuhan sebesar 1,6 persen, Jerman 1,5 persen, Jepang 1,7 persen, UK 3,6 persen, Brazil 2,8 persen, dan Meksiko 2,1 persen. 

"Mencermati laporan IMF, perekonomian Indonesia masih berada di level yang relatif baik. Bahkan IMF menyebut  Indonesia akan menjadi titik terang saat perekonomian global gelap," kata Edy, dikutip dari siaran pers KSP pada Ahad (16/10/2022). 

Meski Indonesia meraih pertumbuhan ekonomi tinggi dengan kondisi stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat, Edy menyebut pemerintah dan otoritas terkait tidak terlena dan terus bersinergi dalam menerapkan berbagai kebijakan yang dapat menjaga perekonomian dari dampak risiko global. 

Dia menjelaskan, dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah telah menyalurkan bantuan berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU), Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM, dan pemanfaatan 2 persen Dana Transfer Umum. 

Selain itu, pemerintah juga meneruskan dukungan bantuan sosial yang sudah ada. Seperti program keluarga harapan, bantuan pangan non tunai yang didukung konvergensi program bantuan sosial, serta pembenahan data penerima bantuan sosial. "Kebijakan ini untuk menanggulangi dampak inflasi di Indonesia," kata Edy. 

Sementara dari sisi moneter, tambah dia, Bank Indonesia melakukan peningkatan suku bunga acuan dan beragam instrumen pengendalian nilai tukar rupiah. 

"Saat ini juga disiapkan berbagai kebijakan di lembaga jasa keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," tutur Edy. 

Seperti diketahui, dalam laporan World Economic Outlook untuk 2022 dan 2023, IMF mengingatkan bahwa perekonomian global akan mengalami tantangan yang berat. Inflasi diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan beberapa dekade terakhir yang menyebabkan pengetatan keuangan di banyak negara. 

Baca juga: Pengakuan Mengharukan di Balik Islamnya Sang Diva Tere di Usia Dewasa

Selain itu, IMF juga mengingatkan konflik Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19 yang tidak dapat diprediksi kapan berakhir, telah berkontribusi negatif terhadap outlook ekonomi global. Permintaan agregat akan turun dan berimplikasi pada penurunan pertumbuhan ekonomi. 

IMF memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global turun dari 6,0 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada 2022, dan 2,7 persen pada 2023. Pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi yang terendah sejak 2001 kecuali saat krisis keuangan global dan puncak pandemi Covid-19. 

Sementara terkait dengan inflasi global, IMF memprediksi akan naik dari 4,7 persen di 2021, menjadi 8,8 persen di 2022. Namun pada 2023, inflasi global diperkirakan turun di angka 6,5 persen.    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement