REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menyayangkan momen pertemuan Presiden Joko Widodo dengan 559 perwira tinggi (Pati) Polri di istana negara, Jumat (14/102022) lalu hanya sebatas imbauan. Menurut Ray seharusnya momen tersebut digunakan Presiden untuk mereformasi dan membenahi Polri secara menyeluruh.
Menurut Ray, imbauan soal agar anggota dan pejabat tinggi Polri tidak hidup bermewah-mewah, gagah-gagahan dihadapan masyarakat tentu baik. Termasuk tindakan lain yang berpotensi mengundang sinisme publik. Namun melihat turun drastisnya kepercayaan publik terhadap instansi kepolisian saat ini, imbauan seperti itu dirasa tak cukup mengubah polri di mata masyarakat.
"Imbauan atau anjuran itu seperti langkah minimalis dari seorang kepala negara. Jika melihat persoalan yang bertubi-tubi terjadi di instansi polisi, maka sudah seharusnya kebijakan terhadap kepolisian tidak hanya dicukupkan dengan imbauan atau anjuran," kata Ray, Ahad (16/10/2022).
Menurutnya, Presiden perlu memberi instruksi sebuah langkah atau kebijakan yang lebih tegas, visioner, dan reformatif. Sebab, berbagai persoalan yang menimpa kepolisian dalam kurun beberapa bulan terakhir ini, sejatinya menuntut negara sudah seharusnya melakukan reformasi kepolisian menuju polisi humanis, dialogis, tranparan dan professional.
Salah satu tahap yang mungkin bisa dilakukan menurut Ray adalah dengan merevisi UU Kepolisian. "Desain ulang institusi kepolisian kita sudah merupakan keharusan. Dan sejatinya tidak dapat ditunda-tunda lagi," kata dia.
Ray menilai, imbauan, anjuran atau pembuatan peraturan kepolisian jauh dari cukup untuk dapat mengubah wajah kepolisian kita. Karena imbauan, anjuran atau peraturan kepolisian hanya akan menjadikan berbagai persoalan di kepolisian jadi tambal sulam. "Hari ini hilang, besok muncul perkara lain. Akan jadi timbul tenggelam," imbuhnya.
Dan ia menilai perbaikan itu besar kemungkinan akan hilang jika presiden atau kapolri kurang peka pada peningkatan kwalitas profesionalisme polisi. Oleh karena itu, Ray berharap presiden sebaiknya melangkah lebih jauh dan subtantif. Yakni menyiapkan revisi UU Kepolisian menuju polisi yang humanis, dialogis, transparan dan professional.
"Jika tidak ada desain besar menuju ke arah reformasi polisi, maka kita hanya akan berputar-putar di wilayah tutup lubang gali lubang," terangnya.
Menurut dia, publik saat ini sudah terlalu sering kesal dengan polisi untuk berbagai persoalan, sejak dari kasus Sambo, Kanjuruhan, narkoba, pungli dan lainnya. Problem itu lebih dari cukup untuk membuat kesimpulan tentang pudarnya sikap humanis, dialogis, transparan dan profesionalnya polri saat ini.
"Saya kira, berbagai kasus yang datang rentetan ini, menjadi sinyal kuat betapa akutnya persoalan di internal kepolisian. Dan dengan begitu, maka sudah seharusnya perbaikannya tidak hanya cukup dengan imbauan atau anjuran. Tapi langkah substantif ke arah reformasi kepolisian," paparnya.