Senin 17 Oct 2022 00:32 WIB

Selain Pariwisata dan Pendidikan, Ekspor Juga Tunjang Pertumbuhan Ekonomi DIY

Produk pertanian yang diekspor seperti gula semut dan salak.

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Hiru Muhammad
Petani salak memanen salak Pondoh di perkebunan salak Turi, Sleman, Yogyakarta, Senin (10/1). Salak Pondok hasil dari petani Turi sudah menjangkau pasar ekspor. Untuk 2021 lalu ekspor salak mencapai 160 ton dan turun imbas pandemi Covid-19. Salak Pondok yang diekspor merupakan hasil berkebun secara organik. Di tingkat petani salak pondoh kualitas ekspor dihargai Rp 5 ribu perkilogram.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Petani salak memanen salak Pondoh di perkebunan salak Turi, Sleman, Yogyakarta, Senin (10/1). Salak Pondok hasil dari petani Turi sudah menjangkau pasar ekspor. Untuk 2021 lalu ekspor salak mencapai 160 ton dan turun imbas pandemi Covid-19. Salak Pondok yang diekspor merupakan hasil berkebun secara organik. Di tingkat petani salak pondoh kualitas ekspor dihargai Rp 5 ribu perkilogram.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi DIY mulai meningkat, utamanya ditunjang dari sektor pariwisata dan pendidikan. Pasalnya, saat ini kunjungan wisatawan sudah meningkat.

Selain itu, mahasiswa dari luar daerah sudah banyak berdatangan ke DIY mengingat kegiatan perkuliahan mulai dilakukan secara offline. Kedatangan mahasiswa ke DIY ini juga menyumbang peningkatan perekonomian.

Baca Juga

"Ini (pariwisata dan pendidikan) memberikan pertumbuhan yang cukup signifikan, penyediaan makan minum cukup tinggi di Yogya. Terutama untuk melayani wisatawan, hotel-hotel dan lain-lain juga di warung-warung dan juga restoran," kata Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji belum lama ini.

Selain pariwisata dan pendidikan, ekspor DIY juga meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Aji menyebut, komoditi ekspor DIY mulai dari produk pertanian, sandang, hingga kerajinan dan furniture.

"Kita coba sekarang ekspor dari komoditas (produk) pertanian, tapi yang sudah reguler yang jalan baik berkaitan dengan sandang, kemudian produk kayu seperti kerajinan dan furniture itu cukup tinggi," ujar Aji.

Khusus untuk produk pertanian yang diekspor bukan komoditas pangan utama. Dengan begitu, produk pertanian yang diekspor hanya untuk komoditas tertentu.

Aji menjelaskan, produk pertanian yang diekspor seperti gula semut dan salak. Artinya, ekspor produk pertanian tersebut tidak mempengaruhi kebutuhan masyarakat DIY sendiri akan pangan.

"Gula semut dan ekspor salak kita cukup tinggi, itu tidak akan mengganggu kebutuhan daerah. (Diekspor) Hanya komoditas tertentu dan layak ekspor kan itu (gula semut dan salak)," jelasnya.

 

 

 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement