Ahad 16 Oct 2022 16:05 WIB

Varian Covid-19 Berkembang Secara Berbeda di Tiap Negara

Pertama kali dalam sejarah, sebuah virus memiliki varian yang berbeda di tiap negara

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pertama kalinya dalam sejarah, sebuah virus memiliki varian yang berbeda di setiap negara.
Foto: Pixabay
Pertama kalinya dalam sejarah, sebuah virus memiliki varian yang berbeda di setiap negara.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pertama kalinya dalam sejarah, sebuah virus memiliki varian yang berbeda di setiap negara. Varian virus corona bermutasi secara berbeda-beda, tergantung negaranya.

Di Inggris, varian omicron BA.5.2 adalah varian yang paling umum dan mendominasi. Sementara varian BA.5 yang pernah mendominasi dunia masih ditemukan di Amerika Serikat. Namun dominasi varian BA.5 telah digantikan oleh varian BA.4.6, diikuti dengan varian  BQ.1 dan BQ.1.1.

Sedangkan di Singapura, kasus varian XBB, atau “Gryphon” telah meningkat. Varian ini adalah kombinasi dua varian omicron yang dapat menghindari perawatan kekebalan dan antibodi. Para ilmuwan mencermati perkembangan pesat dari keturunan varian omicron yang menyebar di seluruh belahan dunia. Para ahli terkemuka menyebut fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Varian yang muncul semuanya menampilkan ciri-ciri seperti penghindaran kekebalan yang lebih baik, peningkatan penularan, atau keduanya.  Masing-masing varian memunculkan strain barunya sendiri secara eksponensial. Para ahli mengatakan pandemi berada di persimpangan jalan, dan virus dapat berubah menjadi sesuatu yang lebih mirip dengan flu yang umumnya dapat diprediksi dan bergejalan ringan.

“Ada kalanya varian yang berbeda bergerak di berbagai belahan dunia, seperti varian Gamma di Amerika Selatan, dan Beta di Afrika Selatan,” ujar profesor kedokteran molekuler di Scripps Research dan pendiri Institut Terjemahan Penelitian Scripps, Eric Topol, dilansir Fortune, Ahad (16/10/2022).

“Tetapi ini berbeda karena sekarang kami memiliki varian dengan tingkat penghindaran kekebalan yang ekstrem di negara mana pun," kata Topol menambahkan.

Para ahli mengatakan, munculnya varian yang berbeda disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pengabaian tindakan pencegahan Covid-19 secara luas, hewan yang membawa penyakit, dan mereka yang terinfeksi secara jangka panjang.  Tetapi penyebab utama adalah memudarnya kekebalan populasi.

Kekebalan antibodi menurun seiring berjalannya waktu, rata-rata hanya tiga hingga enam bulan.  Karena semakin banyak orang melupakan suntikan booster, dan virus memiliki peluang yang lebih baik untuk bermutasi serta menyebar.

"Banyak orang di seluruh dunia menjadi rentan lagi karena peringatan kekebalan dari vaksin dan infeksi. Orang yang terkena Omicron BA.5 menkadi rentan antara lima hingga enam bulan kemudian," ujar seorang profesor di Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan Universitas Washington, Dr. Ali Mokdad.

Menurut Mokdad, putaran pertama vaksin dan infeksi Covid-19/telah memberikan tekanan kuat pada virus untuk beradaptasi. “Semakin banyak orang yang terinfeksi dan semakin banyak vaksin dan booster yang mereka miliki, semakin banyak virus yang harus berevolusi untuk melewati rute pertahanan inang itu,” katanya.

Mokdad mengatakan, menyebarnya varian berbeda pada tiap negara menyebabkan virus tersebut menjadi lebih mirip flu. Varian Covid-19 meniru siklus flu yang terjadi setiap tahun. Mokdad mengatakan, Covid-19 pada akhirnya akan menjadi seperti flu selama musim dingin, tetapi dengan beberapa tingkat kasus Covid-19 menyebar di musim panas. Pergeseran seperti itu dapat memungkinkan untuk menargetkan virus dengan satu suntikan vaksin yang diperbarui setiap tahun seperti vaksin flu.

"Tetapi saya tidak akan pernah mengatakan bahwa virus ini sudah berakhir," kata Mokdad.

Skenario lain yang memungkinkan adalah setiap varian baru terus berkembang biak secara eksponensial, sehingga semakin sulit bagi mereka ymengembangkan vaksin dan perawatan untuk mengimbanginya. Para ahli mengatakan, banyaknya varian virus yang menyebar membuat mereka sulit untuk memprediksi.

Penyebaran virus dapat dicegah dengan menggunakan masker dan menjaga jarak. Namun banyak negara yang telah mencabut mandat penggunaan masker dan jaga jarak, sehingga satu-satunya pertahanan masyarakat yang tersisa adalah kekebalan dari vaksin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement