REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz mengatakan, Kerajaan Saudi berusaha untuk mendukung stabilitas dan keseimbangan pasar minyak global. Dalam pidato yang disampaikan melalui konferensi video pada Senin (17/10/2022), Raja Salman mengatakan, Kerajaan Saudi adalah mediator perdamaian.
Raja Salman menyoroti inisiatif Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk membebaskan tawanan perang dari Rusia. Raja Salman juga mendesak Iran untuk memenuhi komitmen nuklirnya, dan bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Raja Saudi menangani sejumlah masalah regional dan internasional, termasuk situasi di Lebanon, Sudan, Irak, Suriah, Libya dan Afghnistan. Raja Salman menegaskan kembali dukungan Kerajaanmu Saudi untuk semua upaya yang dapat berkontribusi pada gencatan senjata permanen, serta memulai proses politik antara pemerintah Yaman dan milisi Houthi yang didukung Iran.
Raja Salman juga menyuarakan pentingnya mengakhiri pelanggaran provokatif Houthi di Yaman. Mengenai persoalan Lebanon, Raja Salman mengatakan, sangat penting untuk menerapkan reformasi politik dan ekonomi komprehensif yang membantu negara itu mengatasi krisis.
“Penting juga bagi pemerintah untuk memaksakan kewenangannya di semua wilayah Lebanon untuk (menjaga) keamanan dan menghadapi operasi penyelundupan narkoba, serta kegiatan teroris yang diluncurkan dari sana, yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan kawasan," ujar Raja Salman, dilansir Alarabiya, Senin (17/10/2022).
Pekan lalu Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, ada konsekuensi bagi Arab Saudi ketika aliansi OPEC+ memutuskan untuk memangkas produksi minyak. Biden menyatakan, AS akan segera mengambil tindakan atas keputusan tersebut.
Pemerintah AS sedang mengevaluasi kembali hubungannya dengan Saudi, sehubungan dengan pengurangan produksi minyak. Menurut pejabat Gedung Putih, pengurangan produksi minyak akan membantu anggota OPEC+ lainnya, terutama Rusia, mengantongi keuntungan.
“Akan ada beberapa konsekuensi atas apa yang telah mereka lakukan, dengan Rusia. Saya tidak akan membahas apa yang saya pertimbangkan dan apa yang ada dalam pikiran saya. Tapi akan ada akan ada konsekuensinya," ujar Biden dalam wawancara dengan CNN, Selasa (11/10/2022) waktu setempat.
Senator Demokrat Richard Blumenthal dari Connecticut dan Ro Khanna dari California mengusulkan undang-undang untuk menghentikan semua penjualan senjata AS ke Arab Saudi selama satu tahun. Termasuk menghentikan penjualan suku cadang dan perbaikan, serta layanan dukungan dan dukungan logistik.
Blumenthal dan Khanna mengusulkan undang-undang sehari setelah Senator Robert Menendez, mengatakan, langkah OPEC+ memangkas produksi minyak secara efektif dapat membantu Moskow melanjutkan perang terhadap Ukraina. Menendez berkomitmen untuk memblokir penjualan senjata ke Saudi di masa depan.
Pekan lalu OPEC+, yang mencakup Rusia serta Arab Saudi, mengumumkan akan memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari. Langkah ini dinilai akan membantu menopang harga minyak yang memungkinkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk terus melancarkan invasi ke Ukraina. Pengurangan produksi juga merugikan upaya AS dan sekutunya yang menjatuhkan sanksi finansial kepada Rusia.
"Keputusan bencana Arab Saudi untuk memangkas produksi minyak sebanyak dua juta barel per hari memperjelas bahwa Riyadh berusaha untuk merugikan AS dan menegaskan kembali perlunya menilai kembali hubungan AS-Saudi," kata Kanna.
Arab Saudi menolak pernyataan Amerika Serikat (AS) yang mengkritik kerajaan setelah keputusan OPEC+ untuk memangkas target produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Saudi mengatakan, kritik itu tidak berdasar dan keputusan OPEC+ bertujuan untuk melayani kepentingan konsumen dan produsen.
Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan, keputusan OPEC+ diadopsi melalui konsensus, dengan mempertimbangkan keseimbangan pasokan dan permintaan. Keputusan ini bertujuan untuk membatasi volatilitas pasar.
OPEC+ adalah kelompok produsen yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) plus sekutu termasuk Rusia. OPEC + mengumumkan untuk memangkas target produksi setelah melakukan negosiasi dengan pejabat Amerika Serikat selama berminggu-minggu. Amerika Serikat menuduh Arab Saudi tunduk kepada Moskow, yang menolak pembatasan harga minyak Rusia sebagai tanggapan atas invasinya ke Ukraina.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi, yang mengutip seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya, menekankan, tujuan keputusan OPEC+ adalah murni karena alasan ekonomi. Pernyataan itu juga merujuk pada konsultasi dengan Amerika Serikat, ketika mereka diminta untuk menunda pemotongan selama sebulan.
"Kerajaan (Saudi) mengklarifikasi melalui konsultasi berkelanjutan dengan pemerintah AS bahwa semua analisis ekonomi menunjukkan agar menunda keputusan OPEC+ selama sebulan, namun menurut apa yang telah disarankan (penundaan) akan memiliki konsekuensi ekonomi negatif," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi.