REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Suparji Ahmad mengatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas terdakwa Ferdy Sambo sudah mewakili harapan masyarakat. Hal ini terkait dengan, sidang perdana Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022), yang didahului pembacaan dakwaan atas kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Dalam dakwaannya untuk terdakwa Ferdy Sambo, telah dan berhasil mewakili harapan masyarakat dan suara keadilan," kata Suparji yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (17/10/2022).
Walaupun dalam perjalanannya, usai dakwaan dibacakan oleh JPU, pihak terdakwa menyatakan keberatan atas dakwaan tersebut, dan menyatakan keberatan atau eksepsi. Pihak pengacara Ferdy Sambo menilai, dakwaan mengabaikan fakta kronologis kejadian di Magelang, yang menjadi sumber kejadian perkara, yakni terjadinya pelecehan seksual oleh korban Brigadir J.
Terkait hal itu, Suparji menilai bantahan pihak Ferdy Sambo melalui keberatannya, melalui pengacara merupakan hal yang biasa. Namun ia yakin, fakta sebenarnya pasti akan terungkap, melalui keterangan saksi dan alat bukti, yang akan dipaparkan dalam persidangan selanjutnya.
"Bantahan boleh saja tapi fakta dan alat bukti yang nyata yang akan bicara nanti. Karena saksi-saksi nanti akan diperiksa lagi dalam sidang," ujar Suparji.
Ia mengingatkan, fakta soal apakah benar terjadi pelecehan seksual oleh Brigadir J tersebut, pasti akan terungkap dengan proses pemeriksaan saksi-saksi selanjutnya. Sehingga menurut dia, keterangan dan dakwaan dari saksi lain lah yang akan mengungkapkan fakta yang sebenarnya nanti. "Yang jadi pedoman pemeriksaan adalah dakwaan dan fakta persidangan," imbuh Suparji.
Agenda sidang perdana terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat membacakan dakwaan pada Senin (17/10/2022). Dalam dakwaan, Terdakwa FS didakwa dengan pasal kumulatif oleh JPU, di antaranya pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider 338 KUHP Jo pasal 55 ayat 1dan pasal 56. Selain itu juga pasal 49 UU ITE terkait obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum.