REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dalam konferensi pers Pertemuan Gabungan Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian negara-negara G20 di Washington DC, (16/10/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan peringatan keras tentang tentang krisis pangan yang diprediksi bakal terjadi dalam kurun waktu delapan hingga 12 bulan ke depan.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan bertepatan dengan peringatan Hari Pangan Sedunia itu, Sri Mulyani juga menyoroti kelangkaan pasokan pupuk dunia.
Perang antardua negara pemasok bahan pupuk terbesar di dunia, yakni Rusia dan Ukraina, telah menyebabkan gangguan serius pada produksi dan perdagangan pupuk sehingga diperkirakan berdampak pada terjadinya krisis pangan dunia.
Menanggapi sinyalemen tentang krisis pangan tersebut, SKI (Sekretariat Kolaborasi Indonesia) mengingatkan pemerintah agar benar-benar mengupayakan ketersediaan pupuk dan menjaga pasokan bahan pangan. Dalam kaitan itu, pemerintah didorong untuk menyiapkan strategi yang konkret, khususnya dengan memperkuat peran desa sebagai lumbung pangan.
”Kita perlu menyempurnakan otonomi desa, agar desa dapat bertransformasi menjadi lumbung pangan bangsa. Kekuatan komunitas desa harus dioptimalkan guna mengidupkan kembali kearifan pangan lokal,” ujar Sekjen SKI Raharja Waluya Jati, Senin (17/10/2022) dalam keterangan tertulisnya.
Dalam pendekatan kearifan pangan lokal, kata Jati, kekayaan sumber pangan lokal diberikan tempat untuk tumbuh dan berkembang. Hal tersebut membuat ketergantungan terhadap satu atau dua komoditas pangan, seperti yang selama ini terjadi, dapat dihindari.
”Kearifan pangan lokal memiliki orientasi yang berbeda dengan proyek pangan yang berskala besar namun mengabaikan potensi yang dimiliki komunitas desa,” lanjutnya.
Selain fokus pada desa sebagai lumbung pangan bangsa, pemerintah juga didorong untuk merangkul seluruh potensi bangsa dalam bidang pangan dan pertanian. Pemerintah diharapkan mampu mengajak seluruh anak bangsa untuk ’bergerak’ dalam semangat persatuan dan kolaborasi.
”Ketersediaan pangan adalah kepentingan nasional yang menjadi agenda seluruh elemen bangsa. Sudah sewajarnya semua pihak bekerjasama untuk menghindarkan Indonesia dari kemungkinan terburuk dalam krisis pangan ini,” ucap Jati.
Menurut Jati, persatuan dan kolaborasi untuk mengatasi krisis pangan di dalam negeri merupakan pijakan yang kokoh dalam membangun solidaritas ketahanan pangan di tingkat dunia. Solidaritas global semacam itu diperlukan mengingat negara-negara di dunia memiliki ketahanan yang berbeda-beda dalam menghadapi krisis pangan.
”Indonesia dapat menjadi lokomotif ketahanan pangan dunia. Peran semacam itu dibutuhkan agar saat krisis pangan datang, tak satupun negara ditinggalkan,” kata dia.