REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa Richard Eliezer (Bharada RE) membantah ikut terlibat dalam rencana pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) di Saguling III 29 Jakarta Selatan (Jaksel). Namun Bharada RE mengakui dirinya yang memang menembak Brigadir J di Duren Tiga 46.
Akan tetapi, Bharada RE menegaskan dirinya terpaksa menembak rekannya tersebut, lantaran perintah langsung dari Ferdy Sambo. Ia pun mengaku sangat menyesal menuruti perintah dari Ferdy Sambo tersebut. Karena dengan perintah itu, Brigadir J harus kehilangan nyawa.
“Saya sangat menyesali perbuatan saya. Namun saya hanya menyatakan, bahwa saya hanya seorang yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah langsung dari seorang jenderal,” begitu kata Bharada RE di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (18/10/2022).
Ferdy Sambo saat pembunuhan tersebut terjadi, Jumat (8/7/2022) masih sebagai Kadiv Propam Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal (Irjen). Bharada RE, dan Brigadir J adalah dua dari total sembilan ajudan Ferdy Sambo. Dalam kasus pembunuhan tersebut, dua ajudan terlibat langsung. Selain Bharada RE, juga Bripka Ricky Rizal (RR) yang turut terlibat kasus pembunuhan tersebut.
Kasus ini, sudah mulai disidangkan sejak Senin (17/10/2022). Empat terdakwa dihadirkan langsung untuk mendengarkan dakwaan. Mereka di antaranya, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Sambo, Bripka RR, dan Kuat Maruf (KM).
Pada Selasa (18/10/2022), pembacaan dakwaan terhadap Bharada RE sengaja dipisah melihat perannya sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus tersebut. Bharada RE juga dalam program perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J itu. Soal dakwaan, lima terdakwa yang sudah didakwa dijerat dengan sangkaan yang sama.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menebalkan sangkaan Pasal 340 KUH Pidana subsider Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Sangkaan tersebut terkait dengan pembunuhan berencana, pembunuhan, dan turut serta melakukan pembunuhan, juga memberikan sarana untuk melakukan pembunuhan. Kelimanya terancam hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun penjara.
Terkait sangkaan JPU tersebut, semua terdakwa yang sudah mendengarkan dakwaan dari JPU menyatakan keberatan. Usai sidang dakwaan kemarin (17/10/2022) tim pengacara Keluarga Sambo langsung mengajukan eksepsi. Sementara tim pengacara terdakwa Bripka RR, dan KM juga mengajukan eksepsi pada sidang, Kamis (20/10/2022) mendatang.
Tak ajukan keberatan
Namun terdakwa Bharada RE, memilih tak perlu mengajukan keberatan, dan meminta majelis hakim pengadilan untuk melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi materi perkara.
Pengacara Ronny Talapessy mengatakan, kliennya, Bharada RE memilih untuk tak mengajukan keberatan atas dakwaan JPU karena menghendaki kasus pembunuhan Brigadir J segera terkuak fakta dan kebenarannya di muka hakim persidangan.
“Kami tidak mengajukan hak kami untuk menyampaikan eksepsi karena kami melihat bahwa dakwaan yang disampaikan oleh JPU itu sudah tepat,” begitu kata Ronny, di PN Jaksel, Selasa (18/10/2022).
Kecuali dikatakan Ronny, terkait dengan penjeratan Pasal 340 tentang perencanaan pembunuhan yang juga dikenakan kepada Bharada RE.
Menurut Ronny, ada kepentingan dari pihaknya untuk persidangan segera masuk ke materi pembuktian, terutama tentang Pasal 340.
Pasalnya, menurut Ronny, Bharada RE, tak tahu-menahu adanya rencana pembunuhan Brigadir J yang sudah dirancang oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat di rumah Saguling III. “Perlu kami tegaskan di sini, bahwa fakta dari peristiwa yang terjadi, klien kami tidak terlibat pada saat perencanaan pembunuhan itu. Kami melihat tidak ada mens rea (sikap batin, niat, atau kehendak bebas) untuk melakukan perbuatan itu (pembunuhan),” ujar Ronny.
Ronny menambahkan, pembuktian lainnya soal Pasal 340. Sangkaan tersebut menyangkut perampasan nyawa orang lain, atau pembunuhan. Menurut Ronny, Bharada RE tetap mengakui sebagai orang yang melakukan penembakan terhadap Brigadir J. Namun aksi penembakan tersebut bukan atas kehendak bebas darinya. Melainkan dilakukan karena dasar perintah.
Bharada RE dikatakan Ronny, tak dapat membantah perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J karena alasan kepangkatan yang terlalu senjang antara atasan dan bawahan.
“Bayangkan adik kita ini (Bharada RE) baru tingkat dua di kepolisian, dan mendapatkan perintah dari seorang jenderal (Ferdy Sambo) atasannya. Ada faktor relasi kuasa di saat itu yang membuat dia (Bharada RE) tidak dapat menolak perintah (pembunuhan) itu,” ujar Ronny.
Sebab itu Ronny menambahkan, eksepsi atau keberatan atas dakwaan menjadi tak penting lagi diajukan. Karena pengakuan Bharada RE sebagai orang yang dituduh melakukan pembunuhan sudah mengakui perbuatannya. “Tinggal bagaimana persidangan nantinya dapat membuktikan bahwa itu memang dilakukan atas dasar perintah. Dan kami sudah menyiapkan bukti-bukti itu,” begitu kata Ronny.