REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat memproyeksikan penggunaan energi dunia pada 2050 akan meningkat 50 persen, didahului oleh pertumbuhan energi terbarukan. Hal yang sama kebutuhan listrik akan meningkat 75 sampai 100 persen dalam periode waktu yang sama, didorong oleh peralihan mobilitas ke kendaraan listrik, dan elektrifikasi system bidang industri.
Sebagian besar proyeksi peningkatan permintaan akan dipenuhi oleh energi terbarukan. Hal ini karena seperti kebanyakan pilihan daya terbarukan, seperti energi matahari dan angin, akan dihasilkan jauh dari pusat populasi, kapasitas yang lebih besar, dan sistem transmisi yang lebih tangguh akan menjadi kuncinya. Sementara distribusi sistem perlu tumbuh dan menjadi lebih dinamis, keamanan siber tetap menjadi perhatian.
Game changer terletak pada teknologi digital, yang sangat penting untuk elektrifikasi, karena peralihan dari sistem berbasis fosil ke listrik akan mendorong perubahan di dalam infrastruktur daya yang sudah ada dan di luarnya, dengan jaringan mikro baru, dan self-generation di lokasi industri. Solusi digital yang digunakan dalam pengaturan daya akan mengelola kebutuhan daya yang kompleks, memfasilitasi keamanan siber, mengintegrasikan analitik canggih dan AI untuk mengotomatiskan keandalan, dan secara fleksibel memungkinkan jaringan mikro yang terdistribusi dan tergabung secara longgar.
Mengurangi permintaan energi dan emisi yang terus meningkat. Menurut McKinsey, tiga penghasil emisi gas rumah kaca (CO2 dan metana) teratas pada 2019 berasal dari pembangkit listrik (30 persen); industri (20 persen); mobilitas (19persen) – sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk energi.
Laporan Januari 2022 berjudul The net-zero transition: what it would cost, what it could bring (Transisi bersih-nol: berapa biayanya, apa yang bisa dihasilkan) ini berfokus pada peluang bagi pembangkit listrik dan industri dapat berinvestasi secara istimewa dalam sumber energi terbarukan, rendah karbon, dan mengelektrifikasikan proses industri. Dengan demikian, elektrifikasi industri berat untuk memenuhi keharusan dekarbonisasi akan mendorong pertumbuhan listrik 50 persen lebih banyak, daripada dari mobilitas saja.
Untuk mengurangi pertumbuhan permintaan energi global, efisiensi energi adalah kuncinya. Teknologi digital akan berperan penting dalam mencapai 10 sampai 20 persen, peningkatan efisiensi energi.
Untuk mendukung target net-zero, industri padat modal difokuskan pada produksi energi listrik dan pengolahan panas, sambil memastikan bahwa pembangkit listrik sejalan dengan inisiatif berkelanjutan mereka sendiri. Pada saat yang sama, perdagangan karbon, dan kebijakan pengurangan emisi pajak karbon semakin penting dalam menyediakan akses ke tingkat modal yang tepat investasi dekarbonisasi zona ekonomi dan industri yang paling menantang.
Investasi dalam energi terbarukan dan jaringan cerdas, sejalan dengan perdagangan karbon. Solusi digital yang mendukung sumber dan jaringan pembangkit yang terdistribusikan sangat penting untuk melacak emisi karbon dari sumber terbarukan hingga penggunaan akhir industri dan seterusnya, solusi yang melengkapi keseimbangan massa memungkinkan penghitungan dan pelacakan intensitas karbon dari produk jadi yang diproduksi melalui energi terbarukan.
Bahan bakar fosil akan terus menjadi sumber energi global yang menonjol hingga 2050. Namun, carbon capture (penangkapan karbon), utilization (pemanfaatan), dan storage (penyimpanan) (CCUS) akan memainkan peran yang semakin penting. Untuk melampaui apa yang dapat dicapai CCUS, elektrifikasi memiliki peran kunci dalam mengurangi emisi karbon.